SuaraSumbar.id - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN RI menjatuhkan sanksi administrasi kepada CV Anam Daro, perusahaan yang mereklamasi Danau Singkarak. Perusahaan tersebut juga diminta segera membongkar bangunan dan mengembalikan fungsi danau seperti sediakala dalam jangka waktu 4 bulan.
Pemerintah daerah Kabupaten Solok juga diperintahkan menegakkan aturan serta memastikan sanksi tersebut dijalankan. "Ini artinya sudah ada titik terang bahwa yang dilakukan Pemkab Solok, salah. Ada kesalahan yang dilakukan, dan Pemkab melakukan pembiaran," kata Kepala Departemen Kajian Advokasi dan Kampanye WALHI Sumbar, Tommy Adam, dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com, Minggu (30/1/2022).
Pihaknya mengapresiasi langkah yang diambil Kementerian ATR/BPN serta KPK. Menurut Walhi, pada dasarnya pembongkaran seharusnya dilakukan tahun 2016, sebab kegiatan itu ilegal dan merusak lingkungan.
Selama ini, kata Tommy, Pemkab Solok kokoh dengan reklamasi tersebut dengan dalih menata dan peningkatan perekonomian.
Baca Juga:Berkat Info di Facebook, Wanita Lansia Hilang di Agam Ditemukan
"Ke depan, masyarakat diharapkan memantau dan melakukan pengawasan terhadap tindak lanjut pembongkaran dan mengembalikan seperti sedia kala," ujarnya.
Tak hanya itu, Pemprov juga harus mengawasi, katanya. Dengan lahirnya rekomendasi pembongkaran, artinya penyelamatan lingkungan sudah dilaksanakan.
"Semoga tidak ada lagi kegiatan yang berkedok investasi atau memajukan kabupaten tapi tidak taat pada aturan yang berlaku," katanya.
Tommy menjelaskan, berdasarkan aspek hukum historis proyek reklamasi itu, secara sistematis seharusnya ada penegakan hukum, ada aturan yang dilanggar UU Cipta Kerja, yang semestinya harus ada izin dampak lingkungan. Sementara, pada UU Tata Ruang yang tidak sesuai dengan data, ada aturan pidana yang bisa dikaitkan.
"Kita sayangkan tidak dilakukan sanksi pidana. Sebenarnya itu perlu agar ada efek jera," ujarnya.
Baca Juga:Dua Mobil Terguling di Pasaman, Sejumlah Penumpang Luka-luka
Kemudian terkait pembongkaran, kata Tommy, sebaiknya ada akademisi yang mengkaji kerusakan dan biaya yang harus dikeluarkan. Kajian mendetail menurutnya penting untuk mengetahui ekosistem dan biota yang terancam.
Sekaitan dengan adanya reklamasi di tempat lain, Walhi berkomitmen akan selalu memantau permasalahan lingkungan. Apakah itu pelakunya oknum atau bukan oknum.
Sementara, jika masyarakat kecil yang melakukan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai, menurutnya itu karena negara yang tidak hadir.
"Kalau masyarakat yang memanfaatkan kita dampingi, kita berikan sosialisasi. Sementara kalau swasta atau investor yang melakukannya otomatis akan berdampak skala besar pada lingkungan," ujarnya.
Tommy mengatakan, Walhi melaporkan reklamasi tersebut ke KPK dan Kementerian ATR tak lain karena mendapat pengaduan masyarakat. "Selain di Danau Singkarak kita juga mengadvokasi kasus di Danau Maninjau," imbuhnya.
Berdasarkan temuan Walhi, kata Tommy, banyak kegiatan ilegal yang dilakukan yang merusak lingkungan seperti, tambang ilegal. Namun pelaporannya ke pihak hukum tidak tersorot.
Atas kondisi ini, Walhi mengharapkan masyarakat untuk mengawal pembongkaran dan pengembalian fungsi lahan bekas reklamasi sampai pulih.
"Kita harap seluruh kegiatan investasi di Sumbar harus taat hukum dan aturan daerah. Siapapun yang melakukan harus taat pada aturan yang berlaku," imbuhnya.
Dia menambahkan, secara prinsip, pihaknya akan selalu berkoordinasi dengan Kementerian ATR, KPK dan Pemprov, terkait penyalahgunaan tata ruang yang mengganggu lingkungan.