SuaraSumbar.id - Mengalami kesulitan ekonomi akibat Covid-19, tiga mahasiswa asal Thailand berusaha bertahan hidup di Tanah Minang. Memanfaatkan Ramadhan dengan berjualan menu buka puasa atau takjil.
Muhammad Ammar Abdullah, Usman Ma'diyok, dan Rusdi Japakia adalah tiga mahasiwa yang kini tengah menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang, Sumatera Barat.
Sore itu, Jumat (23/4/2021) sekira pukul 17.30 WIB, SuaraSumbar.id mencoba menelusuri lokasi tiga mahasiwa tersebut berjualan di Jalan Prof. Mahmud Yunus Lubuk Lintah, Kelurahan Anduring, Kecamatan Kuranji, Kota Padang.
Lama mencari, tempat lapak tiga mahasiwa itu berhasil ditemukan. Dari kejauhan, terlihat satu dari mereka, sedang melayani pembeli. Sementara dua lainnya asik meramu bahan yang akan dimasak.
Baca Juga:Jadwal Imsak Kota Padang Sabtu 24 April 2021
Sepintas, mereka layaknya seperti penduduk Padang pada umumnya. Begitupun dengan parasnya, tidak menandakan kalau mereka berasal dari negara Thailand.
Ketika disambangi, mereka langsung menawarkan takjil yang dijual. "Silahkan pak, mau pesan apa?" Kata salah satu dari mereka dengan bahasa melayu bercampur logat Thailand.
Setelah diperhatikan, memang benar, bahwa menu yang dijual tiga mahasiwa ini berbeda dengan menu pedagang lainnya. Mereka menjual makanan dan minuman khas tanah kelahirannya, sesuai tulisan di lokasi jualan "Sedia makanan khas Thailand"
Mereka mengaku berjualan takjil, untuk mencukupi uang saku demi bertahan hidup. Disamping untuk mengisi waktu luang disela-sela perkuliahan.
"Kami jualan takjil demi mendapatkan uang tambahan untuk keperluan sehari-hari selama tinggal di Padang," kata Muhammad Ammar Abdullah, akrab dipanggil Ammar.
Baca Juga:Istri Posting Video di TikTok Naik Helikopter Dinas, Suami Turun Pangkat
Ammar mengaku, selain mereka bertiga, masih ada mahasiwa lainnya yang berasal dari negeri yang sama dengan mereka, tepatnya Provinsi Pattani, Thailand.
"Ya, kami kuliah di UIN, jurusan Jinayah Siasah semester 6. Kami berjualan makanan sudah lebih dari 3 tahun. Kalau bulan puasa, kami juga ikut berjualan takjil," katanya.
Kemudian diantara makanan dan minuman yang dijual yakni Roti Canai, Thaitea atau teh Thailand, dan kerepok ikan. Semuanya itu adalah makanan khas daerah mereka.
Selain itu, mereka juga menjual beberapa makanan dan minuman lainnya yakni Thai Green Tea, Nom Yen, Es timun, Bualoy, Kentan Ayam, Tomyam Ayam, dan Phadphed Ayam.
"Dari sekian banyak menu, keropok ikan lah yang menjadi favorit dan banyak dibeli orang sebagai makanan untuk berbuka puasa," beber Ammar.
Kerepok ikan sendiri, bentuknya hampir sama seperti pempek Palembang, yang membedakannya adalah kuah Kerepok ikan ini menggunakan saos cabai.
"Roti Canai dan Thaitea mungkin sudah banyak orang yang coba, namun kalau kerepok ikan ini hanya ada di Pattani dan belum ada dijual di kota Padang bahkan Provinsi Sumbar," katanya lagi.
Lebih jauh Ammar membeberkan, untuk harganya cukup terjangkau, berkisar Rp5 ribu hingga Rp7 ribu. Untuk satu botol Thaitea harganya Rp7 ribu, dan roti canai Rp5 ribu.
"Dalam satu hari, kami berpenghasilan Rp50 ribu sampai Rp70 ribu. Kemudian hasil penjualan itu, kami jadiakan sebagai modal dan lebihnya untuk keperluan sehari-hari," jelasnya.
Berjualan takjil untuk meringankan beban orang tua
Diketahui, sebanyak belasan mahasiwa asal negara gajah putih itu yang berkampus di UIN Imam Bonjol Padang. Mereka berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda.
"Kami disini berjumlah sekitar 16 orang. Latar belakang kami berbeda-beda. Tidak semuanya dari keluarga berada. Ada juga yang hidupnya pas-pasan," sahut Usman.
"Jadi, tujuan kami berjualan, selain mengisi waktu luang, juga untuk membantu meringankan beban orang tua kami di kampung," imbuhnya.
Bahkan uang hasil dari berjualan, sambung Usman, juga disisihkan buat pulang kampung. Namun karena mudik tahun ini juga tidak diperbolehkan, niat untuk bertemu keluarga tercinta pun terpaksa diundur dan tetap bertahan di Padang.
"Lagian saat ini ongkos pulang kampus jauh lebih mahal dari hari sebelum pandemi. Biasanya Rp 1 juta itu sudah sampai di kampung. Tetapi sekarang, dengan uang Rp 8 juta baru sampai Bangkok," jelasnya.
Diakuinya Umar, bahwa dampak pandemi ini sangat besar sekali pengaruhnya, terutama ongkos pesawat. Diantara mereka, ada yang sudah 2 tahun tidak pulang dan bahkan sudah 4 tahun.
"Kami berharap, antara pemerintah Indonesia dan Thailand ada hubungan kerjasama, sehingga biaya kami disini bisa terbantu. Kami disini berbeda. Ada yang kaya dan ada yang kurang berada," harapnya.
Kontributor : B Rahmat