Kucing Hutan 'Nyoblos' di PSU Agam, Dilepasliarkan ke Habitat Asli

Kucing hutan, terdaftar sebagai spesies berisiko rendah oleh IUCN, memiliki ciri khas tubuh ramping dengan kaki panjang dan selaput jelas antara jari kaki.

Chandra Iswinarno
Sabtu, 13 Juli 2024 | 21:27 WIB
Kucing Hutan 'Nyoblos' di PSU Agam, Dilepasliarkan ke Habitat Asli
ILUSTRASI - Petugas mengamankan Kucing Hutan (Felis bengalensis) di Kantor Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banten di Serang, Rabu (4/9). [ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman]

SuaraSumbar.id - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat berhasil melepasliarkan kembali seekor kucing hutan yang sempat dievakuasi dari lokasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk anggota DPD RI di Jorong Tujuh Pasar Lubuk Basung, Kabupaten Agam. Pelepasliaran ini dilakukan pada Sabtu (13/7/2024) di kawasan hutan konservasi di Kabupaten Agam.

Kucing hutan yang dilepasliarkan oleh tim Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar ini dinyatakan telah pulih dan layak kembali ke habitat aslinya setelah serangkaian evaluasi kesehatan dan perilaku yang memadai.

“Kucing hutan betina ini, berusia sekitar lima tahun, sudah dinyatakan sehat dan agresif, sehingga layak untuk kembali ke alam,” ungkap Rusdiyan P Ritonga, Kepala Resor Konservasi Wilayah II Maninjau BKSDA Sumbar.

Penemuan kucing hutan ini terjadi saat proses pemungutan suara, di mana kucing tersebut tanpa sengaja masuk ke TPS dan kemudian dievakuasi oleh petugas Linmas yang berjaga di lokasi.

Baca Juga:Pemilu Ulang di Sumbar Sepi, Warga: Tak Ada Untungnya Buat Kami

Petugas Linmas kemudian menyerahkan kucing tersebut kepada tim dari Damkar dan Satpol PP Kabupaten Agam.

Menurut Rusdiyan, pelepasliaran satwa dilindungi seperti kucing hutan ini penting untuk mempertahankan keberlanjutan populasi mereka di alam liar, yang saat ini terancam oleh hilangnya habitat dan perburuan.

“Kami berharap dengan kembali ke habitatnya, kucing ini dapat berkontribusi pada konservasi jenisnya,” tambahnya.

Kucing hutan, terdaftar sebagai spesies berisiko rendah oleh IUCN, memiliki ciri khas tubuh ramping dengan kaki panjang dan selaput jelas antara jari kaki.

Mereka dilindungi undang-undang di Indonesia, yang melarang perburuan dan perdagangan satwa ini tanpa izin.

Baca Juga:Bawaslu Soroti Sepinya PSU DPD Sumbar, Ada Apa?

Sanksi bagi pelanggaran terhadap perlindungan satwa ini termasuk hukuman penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta. BKSDA Sumbar terus berupaya mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melestarikan satwa-satwa dilindungi dan habitatnya.

Kontributor : Rizky Islam

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini