SuaraSumbar.id - Keberadaan geotermal atau pembangkit listrik tenaga panas bumi Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), dinilai bisa berdampingan dengan aktivitas pertanian masyarakat setempat.
Wakil Bupati Solok, Jon Firman Pandu, meminta masyarakat tak khawatir dengan keberadaan proyek tersebut. Dia menyebut hal itu tidak akan mengganggu lahan pertanian.
Dia mencontohkan geotermal yang ada di Kabupaten Solok Selatan berupa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). "Dari proyek itu saja, Solok Selatan bisa mendapatkan PAD senilai Rp 70 miliar. Sedangkan dari total PAD Kabupaten Solok saja tidak sampai segitu," katanya, Jumat (13/10/2023).
Soal proyek, dia juga telah melakukan studi banding ke daerah lain yang proyek geothermal berjalan lancar dan itu bisa berdampingan dengan masyarakat.
Baca Juga:Kembangkan Sistem Aquaponik, Hasil Panen di Solok Makin Meningkat
"Petani fokus dengan pertaniannya, geothermal berjalan menghasilkan PAD, memastikan energi dan menyerap tenaga kerja," ungkapnya.
Jon meminta masyarakat, khususnya di kenagarian yang akan terkena dampak proyek geothermal, agar tidak perlu takut dan terprovokasi pihak tertentu yang ingin proyek geothermal ini batal.
"Kita harus sadar, tidak semua lo daerah punya potensi energi panas bumi. Kita di Solok punya. Kenapa tidak kita maksimalkan itu. Banyak nanti tenaga kerja yang akan terserap Banyak nanti peluang kerja yang akan terserap, baik secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem pembangkit listrik ini," katanya.
Terkait hal itu, Pemkab Solok sudah pernah mengajak para ninik mamak, tokoh masyarakat, tokoh muda di sekitar Gunung Talang melakukan studi banding ke daerah yang berhasil menjalankan proyek geothermal yakni ke Sumatra Utara dan Solok Selatan.
"Usai studi banding itu, para tokoh dan ninik mamak di kawasan Gunung Talang setuju bahwa geothermal dapat berdampingan dengan kehidupan pertanian masyarakat," bebernya.
Jon mengapresiasi pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM yang telah mengembangkan potensi panas bumi di Gunung Talang, dari awal hingga akhirnya bisa sukses menyelenggarakan proses tender di tahun 2016.
"Kemudian menghasilkan komitmen investasi dari Hitay Energy untuk mengelola potensi 65MW di kabupaten berbukit tersebut," tuturnya.
Namun dia menyayangkan komunikasi awal saat pihak perusahaan yang akan menggarap geotermal di Gunung Talang tidak baik. Saat itu, stakeholder dari Pemkab Solok sedikit bersikap arogan kepada masyarakat.
Harusnya, kata Jon Pandu, masyarakat di kawasan Gunung Talang diberikan persuasi dan pemahaman komprehensif tentang potensi energi panas bumi yang tidak akan merusak lingkungan sekitar.
"Kalaupun proyek geothermal di Gunung Talang berjalan, kawasan yang dibutuhkan perusahaan tidak lebih dari 2 hektare untuk menggali lobang," jelasnya.
Jon menilai hingga saat ini ada sebagian kecil masyarakat yang menolak masuknya proyek geothermal di kawasan Gunung Talang dinilai karena ada provokasi dari pihak luar.
Selain itu, kata dia, ada juga sebagian kecil masyarakat yang termakan dengan provokasi pihak luar itu kemudian berusaha mempengaruhi masyarakat yang lain. Di mana mereka ditakut-takuti bila proyek geothermal masuk, lahan pertanian akan rusak, rumah mereka dipindahkan dan akan terjadi bencana alam.
“Hanya sebagian kecil masyarakat yang menolak. Karena masalah komunikasi saja. ‘Ada Yang Tertinggal’. Begitulah bahasanya. Lalu memprovokasi masyarakat yang lain,” katanya.
"Sebagai anak nagari di Salingka Gunung Talang serta berlatar belakang sebagai petani, saya mendukung hadirnya pembangunan proyek geothermal," pungkasnya.