Soroti Kewenangan Gubernur, Pakar Otonomi Daerah Tawarkan 2 Wacana Solusi

Peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dinilai masih lemah.

Riki Chandra
Sabtu, 19 November 2022 | 07:30 WIB
Soroti Kewenangan Gubernur, Pakar Otonomi Daerah Tawarkan 2 Wacana Solusi
Rapat Koordinasi Pelaksanaan Dekonsentrasi Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Padang. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah dinilai masih lemah. Atas dasar itu, pakar otonomi daerah (Otda), Djohermansyah Djohan menawarkan dua wacana solusi mengatasi hal tersebut.

"Gubernur disebut sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, namun peran dan kewenangannya sangat lemah dalam hal koordinasi, bimbingan dan pengawasan (Korbinwas) terhadap bupati dan wali kota. Perlu solusi untuk hal itu," katanya, Jumat (18/11/2022).

Djohermansyah Djohan mengatakan hal itu dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan Dekonsentrasi Tugas dan Wewenang Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Padang.

Menurutnya, problematika korbinwas gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah cukup banyak. Mulai dari relasi kekuasaan gubernur dengan presiden dan bupati/wali kota tidak "smooth" (konfliktual).

Baca Juga:Anggota DPRD Inisial RS Dituding Intervensi Proyek Pemprov Sumbar, Rahmat Saleh Bereaksi: Jabatan Saya Taruhannya!

Kemudian kepemimpinan, komunikasi, koordinasi, bimbingan dan pengawasan gubernur masih lemah, pemerintah pusat (kementerian dan lembaga) dalam menjalankan tugas dekon sering langsung kepada bupati/wali kota tanpa melalui gubernur.

Lalu bupati dan wali kota tidak tunduk kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Hal itu disebabkan perbedaan partai politik dan punya wilayah serta konstituen sendiri. Akibatnya, gubernur cenderung lebih nyaman dengan bupati dan wali kota yang satu aliran partai dengannya.

Gubernur juga tidak memiliki perangkat sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, juga tidak mendapat dukungan anggaran khusus untuk menjalankan peran tersebut.

Terakhir, tugas pemerintahan umum yang dilimpahkan kepada gubernur oleh presiden tidak berjalan karena tidak ada aturan turunan seperti PP.

Menilik banyaknya persoalan itu, Djohermansyah menawarkan konsep rekayasa koordinasi, bimbingan dan pengawasan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat kedepannya.

Baca Juga:Prediksi Gubernur Mahyeldi: Pendapatan Daerah 2023 Rp 6,2 Triliun

"Konsep pertama, sistem pemilihan gubernur dan bupati/wali kota harus dibedakan. Gubernur tetap dipilih langsung oleh rakyat sementara bupati/wali kota dipilih oleh DPRD," ujarnya.

Kekurangan konsep itu, menurutnya, legitimasi bupati/wali kota menjadi lemah dan masih terbuka potensi ketidakpatuhan gubernur kepada presiden.

Namun di sisi lain, konsep itu memiliki kelebihan karena tidak perlu merubah konstitusi UUD 1945, kontrol pemerintah pusat terhadap 37 gubernur di Indonesia lebih mudah dan murah dibandingkan terhadap 508 bupati dan wali kota di Indonesia.

Legitimasi gubernur yang dipilih langsung juga lebih tinggi dari bupati dan wali kota yang tidak punya konstituen. Dengan demikian kepatuhan bupati/wali kota kepada gubernur lebih terjamin.

"Koordinasi, bimbingan dan pengawasan gubernur kepada bupati/wali kota juga lebih efektif," katanya.

Konsep kedua, dibentuk kepala pemerintahan regional. Konsep ini menurutnya memiliki basis historis dan komparatif di mancanegara.

Sesuai konsep ini dibentuklah kantor pemerintahan pusat di enam pulau besar yang dipimpin oleh Kepala Pemerintahan Regional yang merupakan perpanjangan tangan presiden.

Tugasnya melakukan koordinasi, bimbingan dan pengawasan terhadap daerah otonom dan menjalankan pemerintahan umum sebagai wakil pemerintah pusat.

Namun ada catatan dalam konsep ini yaitu menambah beban institusi/unit kerja presiden dan biaya sekretariat pada enam wilayah besar (semacam "federal office" dalam sistem federasi).

Konsep tersebut menurutnya juga tidak akan mengubah konstitusi UUD 1945 dan efektivitas pemerintahan bisa terwujud karena kendali di bawah Kepala Pemerintahan Regional dan legitimasi gubernur, bupati/wali kota tetap tinggi.

Sementara itu, Gubernur Sumbar, Mahyeldi menyebut evaluasi pakar otonomi daerah tentang persoalan terkait lemahnya kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat itu memang sangat dirasakan, termasuk di Sumbar.

Ia menyebut persoalan tersebut memang harus dicarikan solusi agar pemerintahan bisa berjalan efektif mulai dari pusat hingga daerah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak