SuaraSumbar.id - Kebebasan mendirikan media, terutama media online di Sumatera Barat (Sumbar), dapat mengancam kualitas pers di Ranah Minang. Bahkan, banyak di antara mereka yang hanya melahirkan media untuk kepentingan pribadi.
"Kebabasan pers di Sumbar sudah baik, liputan sudah banyak, tapi kebebasan mendirikan media juga menjadi ancaman kualitas pers," kata Ketua Aliansi Jurnalis Indepanden (AJI) Padang, Aidil Ichlas, dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com, Rabu (26/1/2022).
Menurut Aidil, ada sebagian yang tidak menjadikan media sesuai tupoksinya, namun lebih kepada mendapatkan keuntungan finansial sendiri.
"Ini tantangan kita ke depan bagaimana pers harus lebih baik. Kualitas jurnalis dan media juga harus diperhatikan. Saat ini banyak jurnalis dan media yang copypaste," ujarnya.
Baca Juga:Polemik Pembangunan Kanopi di Pasar Bukittinggi, Ada yang Menolak dan Ada yang Mendukung
Menurutnya, hal itu amat disayangkan karena berdampak kepada tidak tersuarakannya suara masyarakat, karena hanya mengandalkan rilis pemerintah. Tak hanya itu, saat ini beberapa jurnalis di Sumbar juga mengeluhkan sulitnya mendapat akses kegiatan Gubernur dan Wagub yang dulunya selalu disediakan.
"Jurnalis kehilangan akses, itu penyebabnya karena adanya pengalihan dan tupoksi bidang di Pemprov," ujarnya.
Kemudian, Aidil juga menyebutkan beberapa kegiatan yang mengganggu kegiatan jurnalis di Sumbar, mulai dari penghalang-halangan, penghinaan, bahkan sampai pengancaman terhadap jurnalis.
"Seperti di Pasaman, jurnalis Covesia.com mendapatkan tindakan yang tidak menyenangkan. Kapolres di sana sudah dimutasi oleh Kapolda Sumbar, tapi kita belum tahu penyebab dimutasinya," kata Aidil.
Terkait kesejahteraan jurnalis juga penting diperhatikan, katanya. Dengan tidak adanya kontrak, atau status kontributor, dan luasnya area liputan jurnalis menjadikan jurnalis sulit secara finansial.
"Mulai dari upah yang tidak layak, Rp10 ribu per berita bahkan ada yang hanya Rp 7.500 per berita. Bagaimana dia bisa melakukan tugas jurnalistiknya dengan baik dengan upah yang tidak layak," ujarnya.
Aidil mengimbau jurnalis yang belum tergabung ke organisasi jurnalis untuk bergabung tidak hanya di AJI, tapi bisa juga bergabung di IJTI, PWI dan organisasi lainnya.
Bahkan, jika ada yang yang mendirikan serikat kerja itu akan lebih baik. Karena belum ada media di Sumbar yang memiliki serikat pekerja. Ini akan memberikan daya dorong pada jurnalis.
"Kita berharap verifikasi media memastikan memberikan upah layak pada jurnalisnya. Sementara media tersebut tidak menjalankan fungsinya perlu ada evaluasi tahunan agar media memang menjadi contoh media lain," imbuhnya.
Sementara, terkait gender, sangat mengejutkan adanya kekerasan seksual. Anehnya, kata Aidil, mereka mengaku tidak tahu mengalami kekerasan seksual.
"Dari 34 responden 25 mengalami kekerasan seksual. Ini termasuk besar angkanya," katanya.
Dia juga meminta untuk perusahaan media menyediakan ruang bagi jurnalis perempuan untuk cuti hamil, ruang laktasi untuk ibu menyusui, atau memberikan perhatian lebih ke jurnalis perempuan. "Seperti cuti haid juga," imbuhnya.