“Kami mengingatkan agar warga tidak mengembalakan ternak di pinggir kawasan hutan, tidak beraktivitas sendiri di kebun, serta menghindari keluar rumah antara pukul 16.00 hingga 08.00 WIB. Api unggun juga disarankan dipasang di sekitar kandang sebagai pencegah,” kata Ade.
Imbauan ini disampaikan tidak hanya melalui papan informasi, tetapi juga secara langsung saat petugas melakukan patroli atau saat bertemu dengan masyarakat di lapangan. Menurutnya, pendekatan langsung lebih efektif untuk mengubah kebiasaan warga agar lebih waspada terhadap potensi konflik satwa.
Di sisi lain, Kasus konflik satwa liar di Sumbar tak hanya terjadi di Agam. Dalam dua tahun terakhir, BKSDA Sumbar juga mencatat peningkatan insiden serupa di Kabupaten Solok Selatan, Pasaman, dan Pesisir Selatan. Fenomena ini diduga kuat terkait dengan menyempitnya habitat satwa akibat pembukaan lahan dan perambahan hutan.
Data dari World Wildlife Fund (WWF) menyebutkan bahwa populasi harimau sumatera kini diperkirakan kurang dari 400 ekor di alam liar.
Spesies ini masuk dalam daftar hewan yang sangat terancam punah dan terus mengalami tekanan karena kehilangan habitat dan konflik dengan manusia.
BKSDA Sumbar kini memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, aparat nagari, serta organisasi non-pemerintah dalam membangun skema mitigasi konflik satwa berbasis masyarakat. Pendekatan ini mencakup patroli rutin, pelatihan relawan, dan penyediaan kandang ternak yang aman.
Kasus konflik satwa liar di Agam menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi. Selain penanganan langsung di lapangan, edukasi publik dan pelestarian habitat menjadi kunci untuk menghindari konflik berulang.
“Jika tidak ditangani secara sistematis, konflik seperti ini bisa merugikan kedua pihak: masyarakat dan satwa yang dilindungi,” tutup Ade.
Dengan terus meningkatnya kasus konflik antara manusia dan satwa liar di Sumbar, penanganan oleh BKSDA Sumbar harus didukung oleh kesadaran kolektif untuk melindungi satwa endemik seperti harimau sumatera agar tidak punah di kemudian hari. (Antara)
- 1
- 2