BKSDA Sumbar kini memperkuat sinergi dengan pemerintah daerah, aparat nagari, serta organisasi non-pemerintah dalam membangun skema mitigasi konflik satwa berbasis masyarakat. Pendekatan ini mencakup patroli rutin, pelatihan relawan, dan penyediaan kandang ternak yang aman.
Kasus konflik satwa liar di Agam menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi. Selain penanganan langsung di lapangan, edukasi publik dan pelestarian habitat menjadi kunci untuk menghindari konflik berulang.
“Jika tidak ditangani secara sistematis, konflik seperti ini bisa merugikan kedua pihak: masyarakat dan satwa yang dilindungi,” tutup Ade.
Dengan terus meningkatnya kasus konflik antara manusia dan satwa liar di Sumbar, penanganan oleh BKSDA Sumbar harus didukung oleh kesadaran kolektif untuk melindungi satwa endemik seperti harimau sumatera agar tidak punah di kemudian hari. (Antara)