SuaraSumbar.id - September 2021 lalu jadi bulan bersejarah bagi sopir truk jurusan Sumbar-Jawa, Dedy Supriadi Dalimunte. Sebab, mimpinya keluar dari 'vila mertua' terwujud setelah Bank Tabungan Negara (BTN) mengabulkan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi di tengah pandemi Covid-19.
Perasaannya campur aduk antara senang dan terharu saat melihat istri dan anaknya sudah tinggal di rumah berukuran 6x6 di perumahan daerah Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar) itu. Semula, Dedy nyaris tak percaya KPR-nya dikabulkan. Sebab ia hanya seorang sopir dan istrinya saat itu berstatus staf honorer. Namun, BTN ternyata mempermudah nasabah yang berkomitmen untuk memiliki rumah dengan rasio utang masuk akal dengan pendapatannya.
"Alhamdulillah sudah lebih satu tahun rumah kecil sederhana itu saya tempati dengan istri dan seorang balita kami," kata Dedy saat dihubungi SuaraSumbar.id, Sabtu (4/2/2023).
Awalnya, Dedy tak ingin terlalu buru-buru membeli rumah karena berniat akan menabung untuk membeli tanah. Namun, setelah berdiskusi dengan istri dan sejumlah saudaranya, Dedy akhirnya memutuskan untuk mengajukan KPR mengingat penghasilannya sebagai sopir tidak menentu. Apalagi, istrinya hanya seorang Ibu Rumah Tangga (IRT).
Baca Juga:Dikritik Thomas Doll, Shin Tae-yong Bawa-bawa Jokowi
"Dulu istri honorer, tapi sudah tidak lagi. Saya pikir-pikir, sampai kapan mau ngumpulin uang nabung beli tanah, sedangkan penghasilan tak bisa diterka," katanya.
Selain memikirkan soal pendapatan, keinginan Dedy membeli rumah juga didorong oleh kehadiran putri pertamanya. Anak perempuan di Minangkabau kelak akan menempati rumah, lebih-lebih saat mereka akan menikah. "Kalau umur panjang alhamdulillah, kalau pendek? Rumah anak belum ada. Nanti mereka tinggal dimana? Makanya saya yakinkan diri ambil KPR," katanya.
Menurut Dedy, istrinya, Ismi Anisa Azizah, yang paling berperan mengurus semua persyaratan pengurusan KPR kepada pengembang. Dia pun berjuang mengumpulkan uang DP selama 3 bulan hingga menjual cincin emas milik anaknya. Alhasil, perjuangannya mendapatkan rumah berbuah manis. Mereka pun telah tinggal nyaman di rumah bersubsidi dengan luas tanah 91 meter persegi plus air PDAM dan listrik PLN berkapasitas 900 watt itu. "Sesuai kemampuan, kami cicil 20 tahun. Sebulan Rp 876 ribu," kata Dedy.
Kisah Dedy merupakan satu dari jutaan cerita warga Indonesia yang berjuang untuk mendapatkan rumah. Masih banyak orang-orang yang tidak mengetahui bahwa lembaga perbankan, terutama BTN sudah cukup lama memberikan ruang KPR kepada pekerja lepas untuk memiliki rumah. Sejatinya, promosi terhadap layanan KPR pekerja nonformal ini lebih ditingkatkan kepada masyarakat. Sebab, banyak di antara mereka yang memiliki uang untuk membayar angsuran, tapi tak tahu alur mengurus mendapatkan rumah.
Saat ini, BTN memang tengah serius menggarap sektor pekerja informal. Ekspansi pasar ini dianggap sebagai potensi besar yang belum tergarap maksimal oleh perbankan lantaran jumlahnya terlalu banyak dan akses layanan keuangannya masih minim. Dari catatan BTN, 93 persen KPR bersubsidi dinikmati pekerja formal dan hanya sekitar 7 persen dinikmati pekerja informal.
Baca Juga:Hadiri Resepsi 1 Abad NU, Jokowi Beri Pesan Khusus Bagi Nahdliyin Muda
Rata-rata, bisnis perbankan masih fokus melayani sektor formal. Atas dasar itulah, BTN terus mencari formulasi dan skema untuk mempermudah pekerja informal mendapatkan rumah. Salah satu skema yang ditawarkan adalah KPR Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Polanya, bagi debitur yang ingin mendapatkan rumah subsidi, harus menabung terlebih dahulu selama tiga bulan di BTN. Setelah syarat-syarat terpenuhi, mereka akan diperbolehkan untuk mengajukan permohonan KPR BP2BT.