Survei Ungkap 87,6 Persen Rakyat Indonesia Tak Setuju Kenaikan BBM

Mayoritas masyarakat tidak setuju dengan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh Pemerintah pada 3 September lalu.

Riki Chandra
Minggu, 02 Oktober 2022 | 17:36 WIB
Survei Ungkap 87,6 Persen Rakyat Indonesia Tak Setuju Kenaikan BBM
Situasi SPBU di Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. (Suara.com/Rakha)

SuaraSumbar.id - Hasil Survei dari Indikator Politik Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak setuju dengan kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh Pemerintah pada 3 September lalu. Survel tersebut dilakukan dalam rentang 13-20 September 2022.

"Ini memang kebijakan yang tidak populer, jadi total mencapai 87,6 persen masyarakat yang tidak setuju dengan kebijakan kenaikan harga BBM," kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, Minggu (2/10/2022).

Sangat jarang suatu kebijakan cepat sekali diketahui publik selain daripada kebijakan kenaikan BBM. "Jadi, 96,6 persen warga dari Aceh sampai Papua itu sudah tahu, jadi cepat sekali," ucapnya.

Dia menyebut bahwa sekitar 38,8 persen warga tahu rata-rata harga BBM di Indonesia saat ini termasuk paling murah di dunia, kemudian lebih banyak yang cukup atau sangat percaya pula bahwa memang rata-rata harga BBM di Indonesia saat ini termasuk paling murah di dunia.

Baca Juga:Mahasiswa Sumenep "Jual" Gedung DPRD, Kesal Dewan Tak Serius Bela Rakyat Saat Pemerintah Naikkan BBM

Namun, kata Burhanuddin, dari dua kelompok yang tahu atau tidak tahu bahwa harga BBM domestik lebih murah ketimbang harga di sejumlah negara lain, secara umum masyarakat tetap menolak kebijakan kenaikan harga BBM.

"Bedanya di kalangan yang tidak tahu penolakannya jauh lebih tinggi daripada yang tahu. Meskipun tahu, sebanyak 82 persen menolak kenaikan BBM. Akan tetapi, jika dibanding dengan yang tidak tahu harga BBM kita lebih murah, itu penolakannya 91,2 persen," katanya.

Lebih lanjut, hasil survei menunjukkan meski harga BBM dunia mengalami peningkatan, lebih banyak publik yang berpendapat bahwa Pemerintah harus berupaya agar harga BBM tidak naik walau harus menambah utang, yakni sebesar 58 persen.

"Yang penting bagaimana respons Pemerintah dalam memitigasi dampak kenaikan harga BBM, termasuk potensi inflasi. Kalau Pemerintah mampu memitigasi inflasi akibat dampak kenaikan harga BBM setidaknya kebijakan yang tidak populer ini bisa diantisipasi," ujarnya.

Mayoritas publik yakni sebanyak 60,4 persen juga berpendapat lebih sesuai jika Pemerintah memberikan subsidi harga barang sehingga lebih terjangkau dan bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat ketimbang subsidi tunai langsung yang diberikan hanya kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan.

Baca Juga:Surat Terbukanya Soal BBM Dicuekin Jokowi, Ahmad Syaikhu PKS: Kenaikan Harga BBM Makin Buat Sulit Masyarakat!

Burhanuddin menyebut mayoritas publik berpendapat bahwa hal yang harus dilakukan Pemerintah untuk mengurangi dampak kenaikan harga BBM ialah menurunkan harga bahan makanan pokok sebesar 29,5 persen, memberikan bantuan sosial bagi warga miskin sebesar 25,7 persen, dan menaikkan upah minimum sebesar 10,6 persen.

"Mayoritas, 59,8 persen menilai bantuan tunai dari Pemerintah tersebut tidak tepat sasaran. Sementara itu, mayoritas merasa dirinya berhak menerima bantuan tunai tersebut," paparnya.

Survei dari Indikator Politik Indonesia ini dilakukan dengan populasi survei yang terdiri atas warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih dalam pemilu, yakni mereka yang berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Pengambilan sampel dengan metode multistage random sampling yang diikuti sebanyak 1.200 responden. Wawancara secara tatap muka dengan margin of error sekitar kurang lebih 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

lifestyle | 13:50 WIB
Tampilkan lebih banyak