SuaraSumbar.id - Alin Pangalima, seorang mahasiswi di Bolaang Mongondow Utara, Sulawesi Utara, mendadak viral di media sosial, setelah dirinya berpromosi menjual ginjalnya.
Dia mengatakan, menawarkan ginjalnya kepada siapa pun yang ingin membeli, demi mendapatkan uang guna membangun jembatan di desanya.
Alin Pangalima sendiri adalah warga Desa Goyo, Kecamatan Bolangitang Barat, Kabupaten Bolmut, Sulut.
Gadis tersebut mempromosikan ginjalnya melalui akun Facebook pribadinya, 6 Mei 2022.
Baca Juga:Keji! Lelaki Pencemburu di Minahasa Ini Robek Dada dan Remas Jantung Pacarnya hingga Tewas
Seperti dilihat SuaraSumbar.id, Selasa (10/5/2022), dalam unggahannya Alin menampilkan fotonya memegang spanduk bertuliskan:
"Saya mau jual ginjal untuk pembangunan Jembatan Goyo. Save Goyo!"
Sementara sebagai keterangan unggahannya, Alin menuliskan, "Soalnya dana daerah katanya tidak cukup untuk membiayai pembangunan jembatan yang sudah 16 tahun mengkrak. Mungkin ginjal saya bisa sedikit membantu."
Dalam unggahan Alin tanggal 12 April 2022, dia menguraikan kenapa sampai ingin menjual ginjal demi membangun jembatan di kampung.
Berikut alasan Alin yang berkukuh menjual ginjal demi membangun jembatan di kampungnya:
Baca Juga:Tabrakan Beruntun! Agus Tabrak Ibu Kandungnya saat Mudik hingga Tewas
Pertama, ketika banjir dan sungai meluap, akses penghubung antara Ollot dan Goyo sangat membahayakan.
Kedua, biaya yang harus dikeluarkan untuk menyeberangi sungai memakai rakit Rp 3000 sekali lewat. Bayangkan warga berapa kali lewat dalam sebulan."
Apalagi masyarakat Bolangitang dan sekitarnya ada juga yang berkebun di seberang sungai, maka bisa dipastikan biaya yang mereka keluarkan 6.000 rupiah per hari, yang jika rutin ke kebun dan dijumlahkan dalam sebulan menelan biaya yang cukup untuk membeli beras untuk dimakan sepekan. Jumlahkan saja berapa totalnya.
Belum lagi jika sungai sedang banjir dan air meluap bagaikan janji Pemda, biayanya jadi berlipat ganda, 10.000 rupiah sekali lewat, dengan risiko yang cukup tinggi.
Bayangkan jika datang musim penghujan, berapa biaya yang harus dikeluarkan. Sedangkan penghasilan masyarakat rata-rata memprihatinkan (soalnya kita rasa sandiri).
Kedua, mengingat tiang jembatan yang sudah "tatono" selama kurang lebih 16 tahun lamanya, bahkan sebelum Bolmut menjadi daerah otonom baru di Sulawesi Utara. Sangat disayangkan jika pemerintah terus mempertontonkan kegagalan di tengah masyarakat, dengan dalih "nanti, nanti, nanti".
Ketiga, banyaknya kecelakaan ketika melewati sungai saat sedang hujan maupun tidak menjadikan jembatan memang layak diperjuangkan. Saya pun menyaksikan sendiri betapa kejadian kecelakaan itu terjadi di depan mata. Mungkin bisa ditanyakan kepada yang bertugas menyeberangkan kendaraan, berapa korban yang sudah "tabulengkar" di situ.
Keempat, karena jembatan yang hampir dimuseumkan itu, menjadikan Goyo menjadi lebih tertinggal daripada dusun lainnya. Saya kadang iri dengan Pangkusa yang meski di pedalaman dan sulit jaringan, tapi ada jembatannya. Indah pula.
Ketertinggalan itu membuat siapapun yang pernah menginjakkan kaki langsung di tanah Goyo, akan tahu bagaimana sulitnya masyarakat. Karena seperti yang kita tahu bersama, bahwa bukan hanya jembatan yang terbengkalai, tapi jalan juga yang belum diaspal sepenuhnya membuat masyarakat menjadi berlipat ganda kesulitannya.
Yang jika orang hamil muda lewat secara terus menerus di jalan Goyo itu, pasti akan mengalami keguguran atau bahkan lahir prematur. Juga banyaknya kecelakaan yang terjadi menjadikan ini sekali lagi layak diusut tuntas. Sangat disayangkan sekali.
Warganet membanjiri unggahannya tersebut dengan puji-pujian. Menurut mereka, pengorbanan Alin adalah bentuk kritik terhadap pemerintah desa maupun daerah setempat.
"Alin luar biasa pengorbanan anak daerah. Rela korbankan diri untuk desa yang dicintai," kata @maskurxxx.
"Saya mendukung penuh Alin untuk pembangunan Jembatan Goyo, sampai rela mau jual ginjal," dukung @eyinxxx.
Kontributor : Rizky Islam