SuaraSumbar.id - Pelaksana proyek drainase yang menyisakan pekerjaan galian bermasalah di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), berencana menuntut pemerintah daerah setempat. Hal ini buntut dari keputusan Pemkot Bukittinggi yang memblacklist perusahaan tersebut.
Pimpinan PT Inanta Bhakti Utama, Awaludin Rao datang langsung ke kantor DPRD Kota Bukittinggi saat diadakannya Rapat Dengar Pendapat yang dilaksanakan anggota dewan dengan Wali kota Bukittinggi.
"Saya memang tidak dipanggil untuk hadir. Saya hanya berinisiatif datang dan minta dilibatkan, diblacklist atau tidak, saya akan menuntut Pemkot Bukittinggi ke PTUN karena saya merasa dirugikan," katanya pada Rabu (5/1/2022).
Menurutnya, proyek drainase tersebut telah merugikan perusahaannya hingga Rp 25 miliar. Belum lagi soal nama baik perusahaan yang tercemar.
Baca Juga:Berkunjung ke Sumbar, Wakil Ketua MPR RI Soroti Kebersihan Kota Bukittinggi
"Pengacara saya menghitung itu (kerugian) kisarannya di Rp 25 miliar, baik material maupun immetarial. Menurut mereka uang yang belum dibayarkan Rp 4,1 miliar, namun dalam hitungan kami Rp 4,9 miliar," katanya.
Menurutnya, perusahaannya diblacklist secara sepihak dan tidak sesuai dengan aturan serta mekanisme yang berlaku.
Sementara itu, menyikapi polemik proyek bernilai Rp 12,9 miliar yang membentang dari depan SMPN 1 Bukittinggi sampai ke Rumah Potong Hewan (RPH) itu, Ketua DPRD Kota Bukitinggi, Beny Yusrial mengatakan, setelah melakukan rapat dengar pendapat dengan Pemkot Bukittinggi, pekerjan peningkatan saluran drainase perkotaan yang telah diputus kontrak tersebut tetap dilanjutkan tahun ini.
"Memang saat ini sudah terjadi pemutusan kontrak atas mangkraknya kegiatan proyek itu. Kami berharap ke depan akan ada solusi sesuai aturan untuk dilanjutkan kembali, tentu akan dikaji dahulu aturan-aturannya," katanya.
Menurutnya, DPRD sudah memberikan catatan-catatan ke Pemkot Bukittinggi agar lebih selektif memilih rekanan yang berkualitas, terutama pada proyek-proyek yang nilai anggarannya besar.
Baca Juga:Volume Sampah Bukittinggi Tembus 120 Ton Sehari, Pemkot Curigai Warga Nakal dari Luar Kota
Wakil Ketua DPRD Rusdi Nurman menambahkan, pihaknya sudah mendengar paparan Tim Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dan Dinas Pekerjaan Umum, yang memang mengakui ada keterlambatan waktu selama 22 hari, dari kontrak awal 150 hari menjadi 128 hari.
“Kami dorong Pemkot mengambil kebijakan sesuai aturan, jika ada yang merasa dirugikan, silahkan selesaikan secara hukum. DPRD juga mendorong pemerintah untuk dapat segera melanjutkan pekerjaaan drainase primer ini sesuai mekanisme yang berlaku,” kata dia.
Sementara itu, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar mengatakan, pihaknya sudah memaparkan secara rinci progres pelaksanaan proyek drainase tersebut ke pihak DPRD Bukittinggi.
“Sudah dipaparkan tahapan demi tahapan yang ditempuh oleh Pemkot Bukittinggi sehingga berakhir pada pemutusan kontrak terhadap pelaksana proyek, sudah kami sampaikan bahwa semua proses ini sudah sesuai mekanisme yang berlaku,” ujarnya.
Ia menambahkan harapannya agar pihak DPRD menganggarkan kembali kelanjutan pengerjaan drainase yang terbengkalai.
"Ini adalah kawasan ekonomi padat, jadi BPKP sudah memberikan surat kepda Pemkot Bukittinggi untuk boleh dianggarkan kembali pada anggaran 2022 dengan mekanisme pergeseran anggaran, jika mekanisme lelang, tentu harapannya didapat kontraktor yang berpengalaman,” katanya. (Antara)