Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 09 Januari 2024 | 18:18 WIB
Produksi Rendang Asese di Padang. #LogisTIKIndonesiaButuhAnakMuda [Suara.com/Dok.pribadi]

Hari ini, semua pekerjaan produksi Rendang Asese sudah tertata rapi. Eva tidak lagi turun ke dapur. Ia hanya memastikan kualitas rasa setiap kali memproduksi. Urusan lainnya, ada karyawan yang telah bekerja teratur sesuai jadwalnya.

"Rendang itu masaknya lama. Karyawan bekerja tiga shift sehari. Urusan dendeng lain lagi orangnya," katanya.

Dulu, produksi rendang Eva hanya 10 kilogram per hari. Kekinian, Rendang Asese harus memproduksi rendang 100 kilogram per hari. "Sejak 2014 penjualan naik dan Alhamdulillah terus bertahan. Itu yang menghidupi puluhan orang karyawan saya," kata Eva yang enggan menyebutkan nominal omzetnya per bulan.

Eva juga menjamin produksi usaha rendangnya higeinis dan berstandar internasional. Apalagi, Rendang Asese adalah usaha rendang pertama yang menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) di wilayah Sumbar.

Baca Juga: 555 Bencana Alam Terjang Wilayah Sumbar Selama 2023, Angin Kencang dan Tanah Longsor Mendominasi

"Usaha saya dapat sertifikat dari Kementerian Koperasi tahun 2014 lalu. Jadi soal higeinis sudah jelas berstandar internasional," katanya.

Penjualan Anjlok hingga Memilih TIKI

Produksi Rendang Asese sudah "terbang" hampir ke seluruh daerah dari Sabang sampai Merauke. Pelanggannya mayoritas di Jakarta dan pulau Jawa hingga Kalimantan hingga Papua. Sesekali dikirim ke luar negeri dalam jumlah yang tak banyak.

"Kalau untuk ekspor, saya belum berani. Ketahanan produk kemasan hanya 1 bulan, tapi sejatinya dua bulan. Penjualan ke luar negeri belum partai besar," katanya.

Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia selama tiga tahun sejak Maret 2020, tentu saja berdampak pada hampir seluruh pelaku UMKM di tanah air. Rendang Asese pun ikut terdampak. Omzetnya turun drastis karena sulitnya akses pengiriman ke pelanggan. Lebih-lebih saat pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Baca Juga: Prabowo ke Anies: Kalau dari Ente Mah, Emang Gue Pikirin!

"Permintaan rendang tetap tinggi, tapi menyalurkannya yang susah karena banyak penerbangan yang dibatalkan," katanya.

Rendang Asese saat mengirimkan produknya dengan jasa kurir TIKI. #LogisTIKIndonesiaButuhAnakMuda [Suara.com/Dok.pribadi]

Saat Lebaran 2020 yang menjadi tahun pertama virus corona mewabah di Indonesia, Eva mengaku telah memproduksi stok seperti tahun-tahun sebelum wabah. Ternyata, perantau tidak bisa pulang kampung karena PSBB. Alhasil, mereka memesan dari rantau dan minta dikirimkan.

"Sekitar 6 bulan lamanya kerepotan. Alhamdulillah tidak rugi, tapi untung (omzet) yang menurun," ceritanya.

Eva tak menampik, kelancaran bisnis rendangnya tidak terlepas dari jasa kurir industri logistik. Sejatinya, ia sudah lama mengenal TIKI. Namun, baru penuh menggunakan jasa TIKI sejak pandemi Covid-19. Sebelumnya, ia memakai jasa kurir lainnya.

"Produksi usaha tidak akan sampai ke pelanggan tanpa jasa kurir. Saya pernah gunakan hampir semua jasa kurir, tapi sejak pandemi, saya putuskan pakai TIKI," katanya.

Menurut Eva, banyak penerbangan terbatas saat pandemi Covid-19. Layanan sejumlah jasa kurir yang biasa dipakainya pun terhambat dan tidak bisa memenuhi permintaan untuk pengiriman. Saat itulah datang TIKI dengan penawawan pasti. Mereka juga punya banyak jadwal penerbangan di tengah wabah corona.

Load More