Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Sabtu, 10 September 2022 | 18:35 WIB
Rencana jalur Padang-Solok via Lubuk Minturun. [Dok.Covesia.com]

SuaraSumbar.id - Rencana pembukaan jalur alternatif Padang-Solok via Lubuk Minturun kembali mencuat. Hal ini lantaran seringnya bencana longsor di jalur utama Sitinjau Lauik.

Jalur Padang-Solok via Lubuk Minturun sebetulnya sudah dibangun beberapa kilometer. Namun, pengerjaannya terhambat karena lokasinya berada di dalam kawasan hutan lindung.

Wacana pembangunan jalan itu pun dikritik Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar, Ardi Andhono. Menurutnya, lebih baik mengoptimalkan rancangan yang ada, yakni fly over atau membuat terowongan. Sebab, kawasan hutan Sumbar ini adalah landscape habitat Harimau Sumatera.

"BKSDA memandang bahwa Sumatera Barat ini adalah landscape harimau, jadi wilayahnya itu mulai dari Taman Nasional Kerinci Seblat hingga ke Cagar Alam Maninjau dan ini merupakan koridor panjang bagi harimau Sumatera," ujarnya, dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com, Sabtu (10/9/2022).

Baca Juga: Pohon Tumbang Timpa Truk di Area Longsor Sitinjau Lauik, Arus Lalu Lintas Ditutup Sementara

Menurut Ardi, sudah ada 4 jalur yang memotong kawasan konservasi dan hutan lindung yang membuat habitat harimau sumatera menjadi terganggu.

"Saat ini koridor tersebut sudah terpotong oleh 4 jalur, yaitu jalur Pesisir Selatan-Sungai Penuh, jalur Pasar Baru-Alahan Panjang, jalur Sitinjau Lauik dan Padang Pariaman-Maninjau," terangnya.

"Dengan 4 jalur itu saja, harimau sudah terfragmentasi, atau bisa dibilang terpecah-pecah lokasinya karena merasa terganggu," lanjutnya.

Menurutnya, harimau tidak menyebrang atau berpindah lokasi sehingga terkadang menyebabkan bentrok antara warga dengan harimau.

"Karena jalur perlintasannya diambil alih, maka mau tidak mau harimau tetap melintas dijalan tersebut. Jadi apabila kita membuka jalan baru, tentu akan terpoting-potong lagi," jelasnya.

Ardi juga menjelaskan bahwa kawasan konservsi Sumbar tersebut merupakan hulu dari sungai-sungai yang ada di beberapa provinsi.

Baca Juga: Ancaman Longsor Sitinjau Lauik: Ahli Geologi: Tingkat Resiko Tinggi, Perlu Kajian Cepat

"Selain itu, koridor panjang kawasan konservasi tersebut juga merupakan hulu dari sungai-sungai yang ada di Sumatera Barat, ke Sumatera Utara, Riau dan hingga ke Sumatera Selatan," jelasnya.

Menurutnya, pihak Kementerian juga tidak akan memberikan izin sembarangan, karena banyak yang harus diperhitungkan, terutama membuat jalan di daerah konservasi.

"Kemudian Kementerian LHK juga tidak sembarangan memberikan izin. Karena untuk jalan di kawasan hutan itu ada izin membangunnya, apalagi menggunakan kawasan konservasi," tuturnya.

Ardi mengatakan jika pembukaan jalur digunakan untuk mitigasi bencana tidak apa-apa. Jika tidak, maka optimalkan saja jalur yang sudah ada.

"Jika memang sudah ada jalannya, optimalkan saja yang sudah ada. Jika rusak, maka diperbaiki saja. Kecuali jalan untuk mitigasi bencana, misalnya jalan Pesisir Selatan - Sungai Penuh," jelasnya.

Selain itu, jika membuka jalur baru, maka akan terjadi potensi kerusakan hutan, baik dari flora faunanya dan potensi pembukaan lahan atau penebangan hutan oleh orang yang tak bertanggung jawab.

"Tapi jika di setiap beberapa meter ada jalan tembus terus, kasihan ekosistemnya, kasihan hutannya, kasihan flora dan faunanya. Selain itu, jika ada jalan, maka akan ada praktek-praktek ilegal yang bermunculan, misalnya perambahan lahan atau penebangan hutan, siap atau tidak masyarakat Sumbar menanggung akibatnya, jangan hanya fikirkan masalah ekonomisnya saja," jelas Ardi.

"Menurut saya, jika dibuka jalan baru tentu awalnya pemerintah harus memperhitungkan terlebih dahulu, kemudian berkonsultasi dengan masyarakat dan belum tentu semua masyarakat setuju," sambungnya.

Ardi mengatakan wacana jalur via Lubuk Minturun tersebut sudah lama dibicarakan, hanya saja mungkin terhalang oleh beberapa masalah.

"Sebenarnya jalur via Lubuk Minturun itu kan sudah cerita lama, kalau tidak salah sudah 20 tahun rencana jalur itu sudah ada. Tapi mungkin ada masalah, maka tidak dilanjutkan," katanya.

Ardi mengatakan untuk saat ini pemerintah harusnya mengoptimalkan wacana yang sudah ada, misalnya dengan membuat fly over.

"Sekarang menurut saya optimalkan saja jalur Sitinjau Laut. Tinggal membuat bedeng dan anggarkan dana untuk membangun fly over. Kami dari pihak BKSDA juga sudah membuatkan dimana-mana saja yang bisa digunakan, tinggal dana aja itu, kenapa kita harus pusing-pusing mencari alternatif lain," katanya.

"Jika tidak mau fly over, maka buat saja terowongan karena fly over dan terowongan lebih terisolir dan ramah lingkungan. Memang awalnya seperti merusak, namun nanti setelah sekian tahun maka hutan bisa merecovery dirinya sendiri dan harimau pun bisa menyebrang dengan aman dan nyaman," sambungnya.

Ardi juga menjelaskan bahwa banyak potensi menarik jika fly over jadi dibangun di kawasan Sitinjau Laut, salah satunya pada bidang pariwisata.

"Saya sudah membicarakan hal ini kepada pemerintah, kami sudah 2 kali rapat, saya sangat mendukung pembangunan fly over. Karena dengan adanya fly over di Sitinjau Laut lebih ramah lingkungan, trus meningkatkan pariwisata juga bisa seperti kelok 9, maka itu lebih indah dan cantik. Daripada kita menimbulkan konflik-konflik baru," ucapnya.

"Saya hanya mengimbau kepada pemerintah, balai jalan dan pemerintah pusat realisasikan saja wacana fly over. Kemudian jika dibandingkan dengan jalan baru, maka lebih banyak biaya jalan baru, izinnya juga terkatung-katung," jelasnya.

Load More