Gubernur Sumbar dan Ombudsman Bahas Konflik Sawit di Pasaman Barat: Pahami Aturan Perkebunan Rakyat dan Perusahaan!

Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, menerima kunjungan kerja Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, Kamis (15/8/2024).

Riki Chandra
Jum'at, 16 Agustus 2024 | 17:26 WIB
Gubernur Sumbar dan Ombudsman Bahas Konflik Sawit di Pasaman Barat: Pahami Aturan Perkebunan Rakyat dan Perusahaan!
Gubernur Sumbar saat bertemu Perwakilan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, di Padang. [Dok.Biro Adpim Pemprov Sumbar]

SuaraSumbar.id - Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi Ansharullah, menerima kunjungan kerja Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, Kamis (15/8/2024). Pertemuan yang berlangsung di Istana Gubernuran Sumbar itu membahas konflik sawit antara PT. Laras Inter Nusa (PT LIN) dan Koperasi Produsen Plasma Masyarakat Adat Kinali (KPP MAK) di Kabupaten Pasaman Barat.

Mahyeldi berharap diskusi tersebut dapat menjadi momentum untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak dan sesuai dengan peraturan terkait konflik sawit di Kinali.

"Penting memahami peraturan yang mengatur hubungan antara perkebunan rakyat dan perusahaan besar, terutama dalam konteks konflik sawit yang melibatkan kewajiban Fasilitasi Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM)," katanya, dikutip Jumat (16/8/2024).

Sumatera Barat merupakan salah satu daerah penghasil minyak kelapa sawit dengan luas areal 439 ribu hektare. Dari jumlah tersebut, 188 ribu hektar (43 persen) dikelola oleh perusahaan perkebunan, baik swasta maupun pemerintah.

Sementara itu, seluas 251 ribu hektare (57 persen) dikelola oleh perkebunan rakyat. Dinamika hubungan antara perkebunan rakyat dan perkebunan besar seringkali menimbulkan konflik sawit, seperti yang terjadi di Kinali, Pasaman Barat.

Mahyeldi menjelaskan, kewajiban FPKM oleh perusahaan perkebunan diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007, yang kemudian diubah melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014.

"Kewajiban ini dirancang untuk mengurangi ketimpangan kesejahteraan dan menjaga hubungan harmonis antara perusahaan dan masyarakat sekitar kebun," katanya.

Gubernur Sumbar mengajak seluruh pihak untuk mematuhi peraturan terkait perizinan perkebunan dan kewajiban FPKM sesuai dengan kewenangan masing-masing, sehingga konflik sawit seperti yang terjadi di Kinali dapat diselesaikan secara adil dan berkelanjutan.

Sementara itu, Perwakilan Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, kunjungannya ke Sumbar bertujuan untuk menindaklanjuti rapat yang diadakan beberapa minggu lalu. Rapat tersebut membahas kasus yang mencuat di media sosial terkait perselisihan antara KPP MAK dan PT LIN.

Meskipun belum ada laporan resmi dari masyarakat, Ombudsman menanggapi keresahan sosial yang muncul di media.

"Kami khawatir jika permasalahan ini tidak segera diantisipasi, dapat berkembang menjadi konflik sawit yang lebih besar," kata Yeka.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini