Menebar Semangat Gotong Royong, Rela Berhutang Demi Iuran BPJS Kesehatan

Sudah tujuh tahun Jalius jadi peserta BPJS Kesehatan. Selama itu pula ia tidak pernah menunggak iuran.

Riki Chandra
Selasa, 29 Agustus 2023 | 23:06 WIB
Menebar Semangat Gotong Royong, Rela Berhutang Demi Iuran BPJS Kesehatan
Kakek Jalius dan nenek Juniarti, lansia yang selalu bayar iuran BPJS Kesehatan tepat waktu. [Suara.com/Riki Chandra]

SuaraSumbar.id - Sudah tujuh tahun Jalius jadi peserta BPJS Kesehatan. Dia tidak pernah menunggak walau belum sekali pun memanfaatkan kartu Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) untuk berobat.

Pukul 7.30 WIB pagi, Senin (7/8/2023), Jalius menggedor pintu rumah penjual pulsa langganannya. "Ra, tolong bayar BPJS. Uangnya hutang dulu, empat hari lagi dibayar. Ibuk (istrinya) mau kontrol jantung pekan depan, takutnya telat bayar," katanya.

Jalius sudah 5 tahun berlangganan dengan penjual pulsa bernama Elvira, yang tak jauh dari rumahnya. Tagihan BPJS, listrik dan airnya, kerap dibantu saat Jalius dan istrinya sedang tak punya uang.

Kakek berusia 68 itu tinggal berdua dengan istrinya, Juniarti (61), di sebuah rumah semi permanen di Rimbo Data, Kelurahan Bandar Buat, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar).

Baca Juga:3 Cara Mengurus BPJS Kesehatan untuk Bayi Baru Lahir

Semula ia tak mau daftar BPJS. Bahkan, ketika dibayarkan perusahaan pun, tetap ditolak. Lantaran terus dinyinyiri istri, Jalius akhirnya mendaftar usai pensiun dari buruh kelapa sawit. "Saya pribadi belum pernah berobat pakai BPJS," katanya.

Jalius hanya buruh tani dan istrinya Asisten Rumah Tangga (ART). Meski tergolong miskin, pasangan lansia itu enggan jadi peserta JKN-KIS kategori Penerima Bantun Iuran (PBI).

Tahun 2018, Jalius dan Juniarti didata oleh RT tempat tinggalnyal. Mereka menolak usulan dapat BPJS gratis. "Kami pilih mandiri selama masih bisa kerja dan bayar iuran. Masih banyak yang lebih membutuhkan BPJS gratis di luar sana," tuturnya.

Istrinya, Juniarti, pernah mendadak pingsan karena gejala jantung hingga dirujuk ke RSUP M Djamil Padang. Beruntung saat itu ia sudah jadi peserta. "Saya telah menikmati kebaikan BPJS sejak 9 tahun lalu," katanya.

Juniarti jadi peserta mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) sejak 2014. Semua berawal sejak ia operasi kelenjar tiroid di leher di 2013 silam. Ia harus kontrol tiap pekan. "Yang ditanggung perusahaan sawit hanya operasi, biaya kontrol rawat jalan potong gaji," katanya.

Baca Juga:Dipastikan Tidak Naik Sampai 2024, Berapa Biaya BPJS Saat Ini?

Setelah 1,5 tahun berjalan, seluruh karyawan tempat kerja Juniarti dan suami jadi peserta BPJS. Dia pun beralih ke peserta Pekerja Penerima Upah (PPU). Setahun kemudian ia dan suami pensiun dari perusahaan yang telah menghidupinya sejak 1986. "Tahun 2017 saya kembali bayar BPJS mandiri, tapi sudah bersama suami," katanya.

Juniarti juga tak pernah menunggak iuran BPJS sejak pertama kali jadi peserta. Dia rela berhutang demi iuran. Saat rezeki berlebih, langsung bayar iuran dua bulan berturut. "Kami takut sekali menunggak karena sakit tidak pernah tahu kapan datangnya," bebernya.

Kini, ia dan suaminya berada di kelas III. Ia tak sanggup membayar Rp100 ribu untuk kelas II sejak iuran naik pada 1 Januari 2021 berdasarkan Perpres Nomor 64 tahun 2020.

Selain itu, Juniarti juga aktif mengajak warga jadi peserta BPJS. Sudah banyak tetangga, termasuk rekannya sesama ART, aktif di BPJS. "Yang sanggup bayar ikut mandiri. Kalau yang tak mampu, lapor Pak RT," tuturnya.

Pelayanan Merata Tanpa Kasta

Manfaat BPJS Kesehatan juga dirasakan Elvira, warga Bandar Buat, Padang. Bertubi-tubi cobaan yang mengharuskannya ke rumah sakit sejak 2018. Mulai dari berobat mata, operasi suami, anak sakit hingga melahirkan (caesar). Semua terlewatkan tanpa merogoh kocek di saku.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak