SuaraSumbar.id - Ketua DPR RI, Puan Maharani mendorong cuti hamil dan melahirkan menjadi 6 bulan. Sebelumnya, cuti melahirkan hanya 3 bulan.
Parlemen menyepakati Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) untuk dibahas lebih lanjut menjadi Undang-Undang (UU).
Puan menyebutkan, RUU ini dirancang untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang unggul.
Hanya saja, usulan cuti hamil dan melahirkan itu menimbulkan pendapat pro dan kontra dari warganet.
Baca Juga:Daftar Perbandingan Aturan Cuti Hamil RI dengan Negara Lain, AS Paling Parah
Menurut Puan, alasan dia mengusulkan cuti hamil dan melahirkan jadi 6 bulan. Ia mengatakan titik berat RUU KIA adalah pada masa pertumbuhan emas.
Pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) anak disebut masa pertumbuhan emas karena itu periode krusial tumbuh kembang anak.
Seribu hari pertama kehidupan anak itu kerap dikaitkan dengan penentu masa depan anak. Oleh karenanya, RUU ini menekankan pada pentingnya penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan.
"RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 kita harapkan bisa segera rampung. RUU ini penting untuk menyongsong generasi emas Indonesia," kata Puan Maharani, dikutip dari Suara.com, Kamis (16/6/2022).
Politisi PDIP ini mengatakan, ada sejumlah hak dasar yang harus diperoleh oleh seorang ibu. Di antaranya adalah hak mendapat pelayanan kesehatan, aminan kesehatan saat kehamilan, mendapat perlakuan dan fasilitas khusus pada fasilitas, sarana, dan prasarana umum.
Baca Juga:10 Negara dengan Cuti Hamil dan Melahirkan Terlama di Dunia, Ada Setahun Lebih
Selain itu Puan mengingatkan bahwa masa 1.000 HPK yang salah akan berdampak pada kehidupan anak. Jika HPK tak dilakukan dengan baik, maka anak bisa mengalami gagal tumbuh kembang serta kecerdasan yang tidak optimal.
Puan menambahkan bahwa cuti melahirkan 6 bulan juga dipertimbangkan karena seorang ibu wajib mendapat waktu yang cukup untuk memberikan ASI bagi anak-anaknya, termasuk bagi ibu yang bekerja.
Ia menegaskan bahwa ibu bekerja wajib mendapat waktu yang cukup untuk memerah ASI selama waktu kerja.
Dalam usulannya itu, ibu hamil tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu mereka pun harus tetap memperoleh gaji.
"RUU KIA juga mengatur cuti melahirkan paling sedikit 6 bulan, serta tidak boleh diberhentikan dari pekerjaan. Selain itu, ibu yang cuti hamil harus tetap memperoleh gaji dari jaminan sosial perusahaan maupun dana tanggung jawab sosial perusahaan," tutur Puan Maharani.
Lewat RUU KIA, cuti hamil berubah jadi 6 bulan dan masa waktu istirahat 1,5 bulan untuk ibu bekerja yang mengalami keguguran.
Selain itu RUU KIA juga mengatur penetapan upah bagi Ibu yang sedang cuti melahirkan di mana untuk 3 bulan pertama masa cuti, ibu bekerja mendapat gaji penuh dan mulai bulan keempat upah dibayarkan sebanyak 70 persen.
Pro Kontra
RUU KIA tersebut nyatanya menimbulkan keresahan dari warganet. Walau beberapa menyuarakan pendapat setuju, yang lain justru khawatir kesempatan kerja bagi perempuan jadi terbatas karena cuti hamil dan melahirkan menjadi 6 bulan.
"Kenapa gak ada cuti untuk bapaknya juga? Padahal kan si suami juga jadi bapak baru, gak cuma ibu doang. Sempet baca di luar negeri malah cuti untuk bapaknya sebulan," komentar warganet.
"Bukannya bagus kebijakan ini? Cuti yang sbelumnya cuma 3 bulan, sekarang diperpanjang jadi 6 bulan. Bagus buat ibu dan anaknya juga," sambung warganet.
Selain itu, ada juga warganet yang curiga bahwa usulan tersebut hanya bentuk politik Puan.
"Ntah ini nyari suara atau apa, kalau berlebihan pun nanti malah dari swasta enggan nyari pegawai perempuan gak si? Bayangin aja harus gaji setengah tahun. Nanti jadi susah nyari kerja ga si?" tanya warganet lainnya.
"Sebagai cewek yang belum berkeluarga, ngeliat ini sejujurnya jadi ngeri-ngeri sedap karena takut kedepannya akan berpengaruh ke requirement dari perusahaan-perusahaan yang akan lebih milih rekrut cowok dari pada cewek-cewek, jadi kesempatan berkarir pun jadi lebih rendah," tambah yang lain.