SuaraSumbar.id - Hampir seluruh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia "babak belur" dihantam pandemi Covid-19. Banyak yang terpaksa gulung tikar karena anjloknya omzet, hingga tak lagi mampu membayar pekerja. Kondisi ini telah berlangsung sekitar dua tahun atau sejak wabah virus corona mengisolasi semua pergerakan masyarakat.
Data survei Bank Indonesia pertengahan tahun 2021 lalu mengungkapkan, sebanyak 87,5 persen dari sekitar 64,2 juta UMKM di Indonesia terdampak pandemi Covid-19. Dari jumlah tersebut, 93,2 persen di antaranya terdampak negatif di sisi penjualan.
Realita tersebut membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergerak cepat mendorong agar pilar penting perekonomian bangsa itu, kembali bergerak dan keluar dari krisis pandemi. Dia tak ingin UMKM terus-terusan lesu di tengah wabah. Berbagai program bantuan pun digulirkan agar pelaku usaha terus menggeliat.
Kekinian, sejumlah pelaku UMKM mulai beringsut bangkit. Pelan-pelan, mereka kembali mulai menata usahanya yang lesu akibat pandemi. "Semangat bangkit ini harus lahir dari diri sendiri. Kalau larut dengan kondisi, bisa-bisa usaha kita nggak jalan-jalan, apalagi sekarang masih belum stabil dari Covid-19," kata Zartidewita, salah seorang pelaku UMKM di Kabupaten Solok, Sumatera Barat (Sumbar), kepada Suara.com, jelang Malam Tahun Baru 2022 lalu.
Baca Juga:Rayakan HUT Ke-31, JNE Yogyakarta Touring Sambil Berkegiatan Sosial
Perempuan 44 tahun itu merupakan pemilik usaha "Tenun Padi Sarumpun" yang beralamat di Jorong Kampuang Ateh, Nagari Sungai Jambur, Kecamatan IX Koto Sungai Lasi, Kabupaten Solok. Sudah 12 tahun lamanya Zartidewita bergelut dengan bisnis penjualan dasar kain tenun khas Solok itu.
"Saya mulai merintis tahun 2009 lalu. Alhamdulillah sampai kini bertahan, meski omzet memang jauh merosot sejak pandemi Covid-19 muncul tahun 2020 lalu," kata perempuan yang akrab disapa Dewi itu.
Dewi mengisahkan perjalanan panjang usaha tenunnya hingga "dilumpuhkan" pandemi Covid-19. Dia mengaku tak pernah menyangka bakal menjadi seorang pelaku UMKM, bahkan usaha tenunnya menjadi yang pertama di Kabupaten Solok.
Semua berawal ketika Dewi belajar menenun kain kepada seorang rekannya yang berasal dari Kota Sawahlunto, selama sekitar satu minggu. Dewi belajar hingga akhirnya bisa menenun kain untuk dirinya sendiri. "Seminggu belajar saya sudah bikin sendiri. Nah, saya mulai ajarkan adik-adik. Saya bukan dari keluarga penenun," katanya.
Dewi ternyata kecanduan menenun. Dia memberanikan diri membeli 3 unit alat tenun, tak lama setelah mengajarkan adik-adik dan sejumlah warga di kampungnya menenun. Lantas, karena ingin fokus memulai usaha tenun, Dewi yang saat itu bertatus sebagai perangkat nagari (desa adat) memutuskan mundur.
Baca Juga:Lowongan Kerja JNE Deadline 31 Desember 2021, Lulusan SMA/SMK Merapat!
"Modal awalnya itu sekitar 15 jutaan. Saya ajarkan adik-adik, kawan-kawan sekitar rumah. Sekitar tahun 2010, saya bisa kumpulkan anggota menenun 20 orang dan itu terjaga sampai saat ini," katanya.
Seiring berjalan waktu, pasaran hasil tenunan ibu tiga anak itu mulai diminati banyak orang. Setidaknya dalam sepekan, usaha Tenun Padi Sarumpun paling sedikit memproduksi 20 helai dasar kain.
"Sejak mulai dikenal, sekitar tahun 2014, usaha saya pun dapat perhatian pemerintah daerah. Banyak pelatihan-pelatihan yang kam berikan. Selain itu, Pemda juga kerap memesan kain tenunan saya," katanya.
Motif kain tenunan produksi Tenun Padi Sarumpun beragam. Menariknya, semua nama motifnya diambil dari potensi ikon Kabupaten Solok. Seperti motif padi sarumpun yang melambangkan bahwa Solok adalah penghasil beras ternama. Ada juga motif markisa babijo ameh, markisa solok dan siriang bungo lobak.
"Tenun saya khas Solok. Makanya nama motifnya diambil dari nama semua ikon daerah," katanya.
Produksi tenunan Dewi berupa sarung songket, baju songket dan selendang songket. Harganya beragam, tergantung motif dan bahan benang yang ditenun. Paling mahal Rp 2,5 juta untuk paket satu helai sarung plus satu selendang. Sedangkan harga biasa dibanderol Rp 500 ribu dengan paket songket selendang jambul (sarung plus selendang). Ada juga untuk dasar baju dan rok yang harganya mulai Rp 350 ribu.