SuaraSumbar.id - Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto memastikan bahwa partainya mendukung untuk mempertahankan presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebesar 20 persen.
Hasto mengajak semua pihak belajar dari pengalaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa sistem presidensial memerlukan basis dukungan dari parlemen.
"Pak Jokowi pada periode pertama kepemimpinannya, dipilih dengan suara yang kuat dari rakyat. Akan tetapi, dengan dukungan parlemen yang hanya 20 persen saat itu, membutuhkan waktu 1 tahun setengah untuk konsolidasi saja," kata Hasto, Rabu (22/12/2021).
Karena pentingnya dukungan parlemen terhadap pemerintahan itu, bahkan saat itu sejak awal mengganjal kebijakan pemerintahan Jokowi lewat pemilihan pimpinan alat kelengkapan dewan.
Oleh karena itulah, lanjut dia, syarat 20 persen itu adalah bagian dari efektivitas kerja pemerintahan.
"Berpolitik itu dengan teori politik. Selain itu, juga belajar praktik-praktik pemerintahan negara. Minimum 20 persen itu untuk memastikan efektivitas kerja pemerintahan yang dipilih rakyat," kata Hasto.
Ia menyebutkan setiap parpol memang harus menjalankan kaderisasinya dengan baik supaya mendapatkan kepercayaan rakyat dengan turun ke bawah. Misalnya yang dilakukan oleh Baguna PDIP, melatih diri untuk kemudian turun ke bawah.
"Jadi, kontestasi yang liberal itu tidak linier dengan kualitas kepemimpinan sebab kualitas kepemimpinan itu ditentukan oleh kaderisasi secara sistemik," kata Hasto.
Bagi PDIP, pemilu adalah ajang menyampaikan seluruh konsepsi tentang jalannya pemerintahan negara kepada rakyat dan tidak ditentukan oleh banyak sedikitnya calon. Dengan demikian, jawabannya bukanlah dengan menurunkan syarat PT, melainkan memastikan parpol bergerak ke rakyat agar mendapatkan kepercayaan.
"Cara untuk mendapatkan dukungan lebih dari 20 persen, hanya bisa kalau melakukan kerja-kerja kerakyatan, turun ke tengah-tengah rakyat, bukan dengan cara mengubah undang-undang," ucap Hasto. (Antara)