Sejarawan Muhammadiyah Harus Berpikir Terbuka, Haedar Nashir: Perlu Hati dan Kejujuran

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir berpesan agar sejarawan Islam, khususnya Muhammadiyah berpikiran terbuka.

Riki Chandra
Minggu, 28 November 2021 | 08:15 WIB
Sejarawan Muhammadiyah Harus Berpikir Terbuka, Haedar Nashir: Perlu Hati dan Kejujuran
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir. [Dok.Antara]

SuaraSumbar.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir berpesan agar sejarawan Islam, khususnya Muhammadiyah berpikiran terbuka dalam proses merekonstruksi peristiwa sejarah.

"Memahami sejarah itu perlu hati, perlu ada kejujuran dan perlu berpikiran terbuka," kata Haedar saat berpidato dalam Kongres Sejarawan Muhammadiyah lewat virtual di Yogyakarta, Sabtu (27/11/2021).

Haedar berharap sejarawan sejarawan Muhammadiyah, tidak terjebak pada dogma. Selain itu, mampu membuktikan peristiwa sejarah berlandaskan kaidah ilmu pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan.

"Watak ilmu pengetahuan itu terbuka untuk didialogkan, terbuka untuk dikoreksi dan saling koreksi," katanya, seperti diberitakan Antara.

Baca Juga:Haedar Nashir: Kepentingan Politik Kekuasaan Kerap Mengubah Realitas Sejarah

Meski demikian, menurut dia, upaya rekonstruksi sejarah kerap kali menjadi buntu ketika bersinggungan dengan politik yang syarat kepentingan individu maupun kelompok. Atas dasar politik, menurut dia, sejarah rawan dimanipulasi.

"Sejarah kerap dipagari kepentingan jangka pendek dan dalam kepentingan politik jangka pendek inilah kadang terjadi pendustaan terhadap sejarah atau konstruksi sepihak terhadap sejarah," kata dia.

Ia juga meminta sejawaran Muhammadiyah tidak terjebak pada praktik simplifikasi yang hanya menonjolkan satu aktor saja dalam mengulas peristiwa sejarah.

"Sering kita ketika berbicara sejarah yang terjadi adalah simplifikasi. Hanya satu peristiwa, hanya satu aktor. Apalagi ketika masuk konstruksi politik itu tergantung siapa pemenang politik di suatu rezim, dia yang akan mengonstruksi tunggal," ujarnya.

Haedar juga mengajak masyarakat, khususnya umat Muslim, memperkaya wawasan mengenai sejarah yang multiperspektif agar mampu menentukan arah masa depan berdasarkan pandangan yang luas.

Baca Juga:Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021, Rektor UMY: Penting Tapi Frasa Perlu Dicek Ulang

"Itulah pentingnya pelajaran sejarah, baik di sekolah, keluarga, bahkan di organisasi," turur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini