SuaraSumbar.id - Forum Masyarakat (Format) Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) terus menyuarakan penolakan pembangunan tol Padang-Pekanbaru yang melewati daerah tersebut.
Warga 50 Kota yang tergabung dalam Format menyimpulkan adanya maladministrasi dalam rancangan pembangunan tol Padang-Pekanbaru. Hal itu ditegaskan Sekretaris Format 50 Kota, Ezi Fitriana.
"Mulai dari pemancangan tanpa sosialisasi, tanpa partisipasi masyarakat. Proses yang yang dilakukan selama ini hanya melalui foto satelit," kata Ezi Fitriana kepada wartawan saat mendatangi kantor Ombudsman Sumbar, Kamis (28/1/2021).
Menurutnya, pihak terkait memproses rencana pembangunan tol yang melewati Limapuluh Kota hanya dari foto satelit.
Baca Juga:2.412 Orang di Sumbar Sudah Disuntik Vaksin Sinovac, Ini Kendala Vaksinasi
Sebetulnya, kata Ezi, masyarakat sudah menolak dan menyatakan tidak sepakat dengan berbagai macam pertimbangan. Di antaranya, trase ini melalui lahan produktif dan pemukiman padat penduduk.
"Juga akan merusak sendi-sendi adat budaya masyarakat yang selama ini dipertahankan. Akan hilang nya beberapa kaum sepasukan. Akan tetapi, semua pertimbangan belum didengarkan dan tidak didengarkan pihak penyelenggara dan mereka terus saja melanjutkan prosesnya," katanya.
Menurut Ezi, pihaknya terus memperjuangan penolakan ini. Mulai dari menyurati pihak-pihak terkait dengan membuat berita acara kesepakatan dengan 5 nagari yang terdampak jalan tol. Masing-masing, Nagari Lubuk Batingkok, Koto Tangah Simalanggang, Koto Baru Simalanggang, Taeh Baru, dan Nagari Gurun.
"Kami masing-masing Nagari sudah membuat kesepakatan bersama dengan masyarakat dan sudah mengirimkan surat untuk semua instansi terkait. Mulai dari tingkat kota kabupaten hingga nasional. Sampai saat ini belum ada yang merespon," tuturnya.
Pihaknya juga telah mengirimkan surat hearing bersama DPRD Sumbar. Namun semua proses kelanjutan pembangunan jalan Tol Padang-Pekanbaru tetap dilanjutkan.
Baca Juga:Persekutuan Gereja Nilai Ada Pihak yang 'Menggoreng' Isu Jilbab di Sumbar
"Rencana itu sudah mulai melakukan pemetaan sudah mulai melakukan inventarisir lahan dan sudah punya target-target dalam pembebasan lahan. Terjadi simpang siur informasi ketidakkonsistenan mereka dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat," katanya.
"Katanya masih tahap awal, masih rencana dan belum apa-apanya dan ini masih memungkinkan untuk dirubah. Tapi seakan-akan intervensi dan intimidasi kepada masyarakat. Kalau masyarakat menolak, jalan tol nggak bakal ada di Sumbar. Kita masyarakat yang terdampak seakan-akan dijadikan musuh bersama masyarakat Sumbar dalam upaya menggagalkan pembangunan jalan tol," katanya.
"Kita minta Ombudsman bertemu dengan pemegang kebijakan agar mereka juga bisa merasakan apa yang dirasakan masyarakat yang terdampak dan bisa menjadi pertimbangan gubernur dalam memberi kebijakan," sambungnya.
Terpisah, Kepala Ombudsman Sumbar, Yefri Hariani membenarkan pihaknya telah menerima laporan masyarakat Limapuluh Kota yang terdampak pembangunan jalan tol.
"Sebetulnya laporan itu sudah mereka sampaikan di bulan Desember 2020 melalui WhatsApp. Nah, hari ini mungkin mereka ingin menyampaikan secara langsung. Semoga kita cepat melakukan proses jika dokumen-dokumen sudah lengkap. Karena hingga hari ini kami masih meminta dokumen kelengkapan," katanya.