Scroll untuk membaca artikel
Bernadette Sariyem
Minggu, 12 Januari 2025 | 12:25 WIB
Bambang Widjojanto, pengacara pasangan calon nomor urut 03 Pilkada Padang, Hendri Septa dan Hidayat. [Suara.com/Rakha]

SuaraSumbar.id - Pasangan calon nomor urut 03, Hendri Septa dan Hidayat, mengajukan sengketa hasil Pilkada Kota Padang ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor perkara 212/PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Dalam sidang yang digelar pada Jumat (10/1), kuasa hukum Hendri Septa, Bambang Widjojanto, memaparkan sejumlah dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh paslon nomor urut 01, Fadly Amran dan Maigus Nasir.

Bambang mengungkapkan bahwa paslon 01 hanya melaporkan pengeluaran kampanye sebesar Rp5,7 miliar dalam Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK).

Namun, dugaan di lapangan menunjukkan bahwa biaya kampanye paslon 01 sebenarnya mencapai Rp49,5 miliar, jauh melampaui angka yang dilaporkan secara resmi.

Baca Juga: Sah! Fadly-Maigus Pimpin Padang, Gerindra Tolak Tanda Tangan Hasil Pilwako

“Ada disparitas besar antara laporan resmi dan fakta penggunaan dana di lapangan,” ujar Bambang di hadapan sidang MK.

Ia juga menyoroti sumber dana kampanye paslon 01 yang dianggap tidak masuk akal.

Berdasarkan laporan harta kekayaan ke KPK, total kekayaan Fadly Amran dan Maigus Nasir hanya mencapai Rp1,4 miliar, sementara mereka mengklaim seluruh biaya kampanye berasal dari dana pribadi.

Selain dugaan penyimpangan dana kampanye, Bambang menuding paslon 01 memanfaatkan aparat pemerintahan, seperti RT dan RW, dalam kegiatan kampanye terselubung.

Salah satu modus yang disorot adalah kegiatan bimbingan teknis (bimtek) pada 13-15 Agustus 2024, sebelum masa pendaftaran resmi Pilkada.

Baca Juga: Gebrak Petahana! Fadly-Maigus Kuasai Pilkada Kota Padang

“Sebanyak 7.500 warga, termasuk ASN, diundang dalam kegiatan bimtek ini. Para peserta menerima imbalan sebesar Rp500 ribu per pertemuan, dengan janji tambahan selama tiga bulan ke depan,” kata Bambang.

Ia menegaskan bahwa RT dan RW sebagai perangkat daerah seharusnya netral, namun mereka justru dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangan paslon 01.

Bambang juga mengungkapkan bahwa paslon 01 diduga melakukan politik uang secara masif di delapan kecamatan, termasuk Koto Tangah, Padang Utara, Padang Barat, dan Padang Selatan.

Modus yang digunakan adalah menyamarkan politik uang sebagai "partisipasi politik" dalam kampanye.

“Politik uang ini membungkus narasi partisipasi politik, namun melibatkan banyak struktur pemerintahan. Ini pelanggaran serius,” ujarnya.

Hendri Septa menegaskan bahwa gugatan ini bertujuan untuk menjaga integritas demokrasi Indonesia.

Ia mengingatkan bahwa politik uang yang melibatkan aparat pemerintahan dapat merusak prinsip kejujuran dan keadilan dalam demokrasi.

“Bayangkan jika politik uang yang melibatkan aparat pemerintahan terus terjadi tanpa sanksi, hanya orang-orang dengan kekayaan melimpah yang dapat menjadi pemimpin. Ini ancaman bagi demokrasi kita,” tegas Hendri.

Paslon 03 meminta MK untuk memeriksa secara menyeluruh dugaan pelanggaran tersebut dan memberikan putusan yang adil.

Mereka berharap kasus ini menjadi langkah awal untuk mencegah penyimpangan dalam pelaksanaan demokrasi di masa depan.

Keputusan MK terkait sengketa ini akan menjadi sorotan publik, khususnya masyarakat Kota Padang, yang berharap Pilkada berjalan dengan transparansi dan keadilan.

Kontributor : Rizky Islam

Load More