Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Jum'at, 26 Agustus 2022 | 14:44 WIB
Gubernur Sumbar, Mahyeldi Ansharullah. [Suara.com/Istimewa]

SuaraSumbar.id - Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah membantah UU Nomor 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar mendiskriminasikan masyarakat Mentawai.

Hal itu disampaikan Mahyeldi usai bertemu dengan masyarakat Mentawai yang tergabung dalam Aliansi Mentawai Bersatu (AMB) di Istana Gubenuran pada Kamis, (25/8/2022) sore.

"UU NO 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar setelah kita cermati tidak ada yang mendiskriminasikan suku dan budaya manapun di Sumbar," katanya, dikutip dari Covesia.com - jaringan Suara.com, Jumat (26/8/2022).

"Pertayaan sikap yang disampaikan AMB meminta Gubernur Sumbar menindaklanjuti apirasi AMB kepada Presiden RI dan DPRD RI untuk merevisi UU UU NO 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar dengan mengeplisitkan adat dan budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar juga telah kita terima," tuturnya lagi.

Baca Juga: Respons Aliansi Mentawai Bersatu soal Pernyataan Gubernur Sumbar Mahyeldi

Mahyeldi menegaskan tidak ada diskriminasi. Bahkan, rumah adat Mentawai disandingkan dengan rumah adat Minangkabau.

"Selama ini kita tidak ada diskriminasi. Pembangunan tetap kita lakukan, sekarang kita juga sedang mengusahakan trans Mentawai, jadi diskriminasi itu tidak ada. Pemprov juga telah berkali-kali mengunjunggi Mentawai untuk menyuarakan pembagunan," jelasnya.

Diketaui, Aliansi Mentawai Bersatu yang dinahkodai oleh Yosafat Samanuk itu terdiri dari 11 Organisasi Mahasasiwa Mentawai menyampaikan pertayaan sikap yang meminta Gubernur Sumbar menindaklanjuti apirasi AMB kepada Presiden RI dan DPRD RI untuk merevisi UU UU NO 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumbar dengan mengeplisitkan adat dan budaya Mentawai sebagai salah satu karakteristik Provinsi Sumbar.

Pihaknya menyorot pasal 5c, yaitu Provinsi Sumatera Barat memiliki karakteristik yaitu adat dan budaya Minangkabau berdasarkan pada nilai falsafah, adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah sesuai dengan aturan adat salingka nagari yang berlaku, serta kekayaan sejarah, bahasa, kesenian, desa adat/nagari, ritual, upacara adat, situs budaya, dan kearifan lokal yang menunjukan karakter religius dan ketinggian adat istiadat masyarakat Sumatra Barat.

Baca Juga: Masyarakat Mentawai Ancam Keluar dari Sumbar Jika UU 17 Nomor 2022 Tak Direvisi: Kami Tak Permasalahkan ABS-SBK

Load More