Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Rabu, 30 Desember 2020 | 08:52 WIB
Salah satu sudut di jalan di bawah Rumah Pintar Jorong Tabek, Nagari Talang Babungo yang dipenuhi ragam bunga. [Suara/Riki Chandra]

Memangkas proses pengolahan tebu, Astra pun membantu pembuatan unit mesin kilang tebu semi modern yang disalurkan melalui Koperasi Serba Usaha Ekonomi Desa (KSU-ED) Tabek.

Mesin kilangan tebu semi modern juga mendongkrak jumlah produksi petani. Biasanya, sekali mengolah, petani merogoh kocek Rp 80 ribu, namun sekarang hanya perlu mengeluarkan Rp 40 ribu.

Biasanya, satu kilangan hanya mampu menghasilkan 50 kilogram gula tebu. Namun dengan menggunakan mesin itu, sehari bisa menghasilkan 300 kilogram gula tebu.

"Sangat membantu kami. Dari segi tenaga dan pendapatan mesin kilang semi modern ini betul-betul meringankan kami sebagai petani," tuturnya.

Baca Juga: Alasan Paslon Gubernur Sumbar Nasrul Abit-Indra Catri Gugat KPU ke MK

Kini, untuk menambah nilai jual gula merah, warga Tabek juga mulai memproduksi gula semut. Mesin pembuat gula semut yang dipersembahan Astra juga telah berproduksi.

Manajer Gula Semut KBA Tabek Yurneli mengatakan, gula semut solusi mengakali peningkatan harga jual gula tebu yang kerap fluktuatif. Selain lebih praktis, cakupan pasar gula semut juga lebih luas.

"20 kilogram sekali masak di dalam mesin. Setelah itu dihaluskan dengan dan dikemas lagi dengan mesin," katanya yang turut mendampingi perbincangan bersama Ketua KBA Tabek, Kasri Satra.

Sejak pandemi Covid-19, kata perempuan 36 tahun itu, produksi gula semut dalam sepekan hanya sekitar 15 kilogram. Biasanya, permintaan gula semut meningkat karena pengunjung ke Tabek ramai.

"Sekarang agak kurang. Kami baru jual ke tamu yang datang. Untuk masuk ke pasar besar menunggu izin yang sedang diproses," katanya.

Baca Juga: Pria Sumbar Jual Motor Tetangga ke Pekanbaru Demi Nikahi Adik Kandung

Menurut Yurneli, harga satu kemasan gula semut berisi 200 gram mencapai Rp 20 ribu. Gula semut ini sangat enak untuk campuran membuat teh telor, kopi dan teh.

Gula semut produksi dari kelompok binaan KBA Tabek. [Suara/Riki Chandra]

Masyarakat Tabek betul-betul telah menuai hasil dari kerja keras Kasri bersama pegiat KBA dan dukungan seluruh lapisan masyarakat. Bahkan, paket-paket wisata home stay di rumah penduduk dan sajian makanan ala kampung pun telah mendatangkan pundi-pundi rupiah kepada warga.

Hari ini, lanjut Kasri, sudah ada 29 rumah dengan 45 kamar yang menyediakan paket home stay. Harganya pun relatif sangat murah. Kamar Kelas A saja dibanderol Rp 170 ribu. Sedangkan Kelas B seharga Rp 120 ribu per malamnya.

"Kalau Kelas A itu pakai air panas, yang B tidak. Murah dan itu diakui pengunjung," katanya.

Namun, pandemi Covid-19 memang menjadi sandungan semua geliat usaha, termasuk Tabek. Apalagi, sejak mewabahnya corona, Pemerintah Kabupaten Solok melarang kunjungan dengan jumlah banyak ke objek-objek wisata.

"Biasanya tamu ke sini sehari itu minimal 400 orang. Sejak pandemi harus dilarang dan hanya boleh 50 persen dari biasa. Penginapan juga sepi. Kadang hanya 4 sampai 5 kamar sebulan," katanya.

Load More