4 Fakta dan Mitos Muhammadiyah, Benarkah Melenceng dan Tak Murni Lagi?

Organisasi Islam terbesar Indonesia, Muhammadiyah kerap menjadi sorotan bahkan target kritik.

Riki Chandra
Kamis, 25 September 2025 | 16:20 WIB
4 Fakta dan Mitos Muhammadiyah, Benarkah Melenceng dan Tak Murni Lagi?
Ilustrasi bendera Muhammadiyah. [Dok.Istimewa]
Baca 10 detik
  •  Muhammadiyah tetap konsisten menjalankan tajdid sesuai visi pendirinya.

  • Amal usaha Muhammadiyah fokus sosial dengan subsidi dan beasiswa besar.

  • Organisasi netral politik, mengedepankan politik kebangsaan Muhammadiyah beretika.

Misalnya, proyek Beasiswa Kader 2024 senilai Rp 3,5 miliar menargetkan 400 kader dengan alokasi dana pendidikan untuk jenjang S1 maupun S2.

Sementara itu, Program Beasiswa BAZNAS dan PP Muhammadiyah 2024 menyalurkan beasiswa S1, S2, S3 dan riset ke kader dan mahasiswa di lingkungan persyarikatan.

Fakta ini membuktikan bahwa meski ada komponen biaya, Muhammadiyah tetap berpihak kepada kelompok lemah lewat subsidi, beasiswa, dan jaringan amal di daerah terpencil.

3. Muhammadiyah Terlibat Politik Praktis

- Mitos

Muhammadiyah dituduh berafiliasi dengan Partai Amanat Nasional (PAN), sehingga keluar dari jalur dakwah.

- Fakta

Muhammadiyah secara kelembagaan tidak berafiliasi dengan PAN maupun partai politik manapun. Meski beberapa kader secara pribadi aktif di partai, itu adalah hak individu. Sejak Khittah Denpasar 2002, Muhammadiyah telah menegaskan pembatasan antara politik kebangsaan dan politik praktis.

Dalam politik kebangsaan, peran organisasi adalah memperkuat nilai moral, kemaslahatan rakyat dan etika publik, melalui pendidikan, advokasi, dan layanan sosial, bukan perebutan kursi kekuasaan.

4. Profesional Non Kader Melemahkan Ideologi Muhammadiyah

Mitos

- Masuknya tenaga profesional di amal usaha Muhammadiyah dianggap mengikis ideologi organisasi.

Fakta

- Dengan ribuan sekolah, ratusan rumah sakit dan kampus, Muhammadiyah praktis membutuhkan tenaga profesional non kader agar manajemen dan layanan berjalan dengan standar tinggi. Realitanya, banyak universitas Muhammadiyah meraih akreditasi unggul dan rumah sakit menyandang akreditasi paripurna.

Keterlibatan profesional tersebut bukan melemahkan ideologi, melainkan memperkuat kapabilitas organisasi. Untuk menjaga nilai, setiap profesional, kader maupun non kader, wajib menjalani Baitul Arqam (BA) sebagai forum pembinaan ideologi Muhammadiyah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini