Laporan menyebutkan laju emisi gas SO2 yang terdeteksi melalui satelit Sentinel masih tergolong rendah.
Namun, meski terpantau belum konsisten secara jangka panjang, potensi letusan Gunung Marapi tetap ada.
“Erupsi bisa terjadi sewaktu-waktu akibat pelepasan energi dari dinamika pasokan fluida atau magma dari dalam bumi,” demikian pernyataan Badan Geologi dalam laporan resminya.
Melihat kondisi ini, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan status Gunung Marapi pada Level II atau Waspada.
PVMBG menegaskan larangan bagi masyarakat, wisatawan, maupun pendaki untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius tiga kilometer dari kawah aktif (Kawah Verbeek).
Selain potensi erupsi, masyarakat juga diminta waspada terhadap ancaman lahar dingin Gunung Marapi, terutama yang tinggal di sepanjang aliran sungai berhulu dari gunung.
Hal ini sangat penting diperhatikan mengingat curah hujan di wilayah Sumatera Barat mulai meningkat menjelang pertengahan Mei.
“Ketika terjadi hujan deras, material vulkanik bisa terbawa ke bawah dalam bentuk lahar dingin yang sangat berbahaya bagi permukiman dan pertanian warga,” jelas Teguh.
PVMBG juga mengimbau masyarakat untuk mengenakan masker apabila terjadi hujan abu guna mencegah gangguan pernapasan.
Langkah pencegahan ini penting untuk mengurangi dampak kesehatan akibat partikel halus dari debu vulkanik Gunung Marapi.