SuaraSumbar.id - Wakil Menteri (Wamen) Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Helvi Moraza, menegaskan pentingnya peran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk mendorong pertumbuhan UMKM di Indonesia, khususnya sektor produksi di regional Sumatera.
Putra Minang itu mengatakan bahwa KUR harus menjadi instrumen strategis untuk mengentaskan kemiskinan. "Ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem," ujar Helvi Moraza dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Penyaluran KUR 2025 Regional Sumatera di Istana Gubernur Sumbar, Senin (28/4/2025).
Dalam inpres tersebut, Kementerian UMKM mendapat mandat untuk memperkuat akses pembiayaan, meningkatkan pasar, serta memberikan pendampingan dan pelatihan kepada pelaku usaha mikro.
Menurut Helvi, penyaluran KUR di regional Sumatera sudah cukup baik secara kuantitatif. Fakta ini tergambar dari capaian penyaluran hingga Maret 2025 yang mencapai Rp 17,5 triliun kepada 270.132 debitur.
"Kami mengapresiasi sebagian besar bank penyalur di regional Sumatera karena telah menyalurkan 60 persen dari KUR ke sektor produksi," kata Helvi.
Dia juga menekankan pentingnya meningkatkan kualitas penyaluran KUR dengan memperhatikan karakteristik geografis Sumatera, yang nasabahnya didominasi oleh masyarakat petani dan nelayan. Dengan begitu, KUR 2025 diharapkan benar-benar menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan di Indonesia, khususnya di Sumatera.
Helvi juga menekankan bahwa KUR merupakan solusi penting dalam mempercepat pertumbuhan UMKM di Indonesia. "Program ini terus kami sempurnakan agar menjadi katalisator utama pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan," tuturnya.
Secara rinci, lima provinsi dengan penyaluran KUR terbesar di Sumatera yakni, Sumatera Utara Rp 3,8 triliun, Lampung Rp 2,5 triliun, Sumatera Selatan Rp 2,2 triliun, Riau Rp 2,2 triliun, dan Sumatera Barat Rp 1,9 triliun.
Untuk diketahui, pemerintah menargetkan penyaluran KUR 2025 secara nasional sebesar Rp 300 triliun, dengan target mencetak 2,34 juta debitur baru, dan 1,17 juta debitur graduasi. Selain itu, 60 persen dari KUR wajib dialokasikan ke sektor produksi.
Di sisi lain, rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) UMKM menjadi perhatian tersendiri. Diketahui, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rata-rata NPL UMKM nasional mencapai empat persen pada tahun lalu. Angka ini sedikit naik dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 3,8 persen. Meski demikian, di Sumatera, NPL UMKM kuartal pertama 2025 tercatat lebih rendah, hanya sekitar 1,4 persen.
Helvi optimistis dengan kinerja NPL di Sumatera, mengingat lima dari 10 provinsi mencatatkan NPL UMKM di bawah satu persen. Aceh menjadi provinsi dengan NPL terendah hanya 0,01 persen, sedangkan Sumatera Utara mencatatkan NPL tertinggi di Sumatera dengan 3,1 persen.
"Kalau kita lihat, ada perlambatan penyaluran KUR di Pulau Sumatera pada kuartal pertama tahun ini, tetapi NPL di Pulau Sumatera justru menurun," ujar Helvi.
Meski mengalami perlambatan, penyaluran KUR di Sumatera tetap tumbuh positif, yakni sekitar 3 hingga 4 persen pada Januari-Maret 2025. Pagu KUR yang sudah melalui proses akad di Sumatera mencapai 27 persen dari realisasi nasional atau sekitar Rp 17 triliun.
Secara nasional, hingga kuartal pertama 2025, penyaluran KUR sudah mencapai Rp 76 triliun, setara 26 persen dari target Rp 300 triliun. Sejak pertama kali diluncurkan, program ini telah menjangkau 44,06 juta debitur dengan total pagu Rp 1.473 triliun.
Kondisi industri perbankan nasional pun tetap solid. Rasio Kecukupan Modal (CAR) perbankan nasional tercatat stabil di level 27 persen pada tahun lalu, menunjukkan bahwa likuiditas perbankan masih kuat.
- 1
- 2