SuaraSumbar.id - Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Pemprov Sumbar) terus menggenjot Program Perhutanan Sosial sebagai langkah strategis untuk mengentaskan kemiskinan, khususnya bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Program ini tidak hanya membantu warga untuk mengelola lahan, tetapi juga mendongkrak pendapatan mereka hingga mendekati Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumbar.
Gubernur Sumbar, Mahyeldi menegaskan bahwa Pemprov Sumbar berkomitmen penuh untuk mendorong pengelolaan Perhutanan Sosial yang lebih efektif.
Dalam kolaborasi bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), target pengelolaan kawasan hutan yang melibatkan masyarakat mencapai lebih dari 700 ribu hektare.
"Saat ini, perhutanan sosial di Sumbar telah mencapai 205 unit dengan luas akses kelola mencapai 287 ribu hektare. Sebanyak 175 ribu Kepala Keluarga (KK) diuntungkan dari program ini, yang telah menjadi bagian penting dalam pengentasan kemiskinan," ujar Mahyeldi, Selasa (10/9/2024).
Mahyeldi menekankan pentingnya perhatian terhadap masyarakat di sekitar hutan. Sekitar 81 persen warga Sumbar tinggal di kawasan sekitar hutan, dan sekitar 57 persen penduduk terlibat di sektor pertanian, termasuk perhutanan.
Atas dasar itu, menjaga kelestarian hutan sekaligus mengoptimalkan potensi ekonomi di sekitarnya menjadi prioritas. "Jika kita tidak memberikan perhatian serius kepada masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, mereka mungkin terpaksa melakukan aktivitas yang merusak lingkungan, seperti penebangan liar. Ini tentu akan berdampak buruk pada hutan kita," katanya.
Dinas Kehutanan Sumbar mencatat, hingga 2023, sebanyak 205 unit izin pengelolaan Perhutanan Sosial telah diterbitkan dengan total luas 287.553 hektare. Pengelolaan ini telah membentuk 618 unit Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yang bertujuan untuk mengembangkan potensi usaha dari kawasan hutan.
Menurut survei terbaru, sebanyak 175.892 KK kini memanfaatkan Program Perhutanan Sosial di Sumbar. Jika setiap keluarga diasumsikan terdiri dari lima orang, maka sekitar 15,24 persen dari total penduduk Sumbar bergantung pada program ini untuk mata pencaharian mereka.
Selain itu, masih terdapat potensi 212.447 hektare lahan hutan yang belum dikelola dan dapat diberikan izin untuk mendukung pengelolaan Perhutanan Sosial lebih lanjut.
Salah satu contoh keberhasilan dari Perhutanan Sosial adalah Hutan Kemasyarakatan (HKm) Solok Radjo di Kabupaten Solok, yang dikenal dengan produk kopinya. Produk kopi dari kawasan ini bahkan telah menembus pasar internasional seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Korea.
Selain itu, di Kabupaten Limapuluh Kota, Hutan Nagari yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Taram telah berhasil mengembangkan ekowisata yang menghasilkan pendapatan hingga Rp2 miliar per tahun. Pendapatan tersebut berasal dari tiket masuk wisata, usaha makanan, minuman, serta sektor jasa seperti penyewaan kendaraan dan homestay.
Kepala Dinas Kehutanan Sumbar, Yozarwardi mengatakan, pendapatan petani hutan mengalami kenaikan signifikan sejak pengelolaan Perhutanan Sosial berjalan baik.
"Pendapatan petani hutan di Sumbar pada 2023 tercatat mencapai Rp2,31 juta per bulan, mendekati Upah Minimum Provinsi (UMP) yang saat ini berada di angka Rp2,81 juta," ujarnya.
Program Perhutanan Sosial di Sumbar terbukti memberikan kontribusi besar dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, sekaligus menjaga kelestarian hutan yang menjadi bagian penting dari lingkungan dan ekonomi daerah.