SuaraSumbar.id - Merger PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo (Persero) membawa misi besar untuk dunia pelabuhan. Mulai dari menekan biaya logistik, transformasi tata kelola pelabuhan hingga peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan konektivitas laut terintegrasi.
Merger Pelindo bagian dari ikhtiar Presiden Joko Widodo (Jokowi) memacu pengembangan Indonesia menjadi poros maritim dunia. Salah satu caranya adalah dengan memperkuat infrastruktur pelabuhan sebagai gerbang transportasi laut dari segala sektor.
Kawasan laut Indonesia sangat strategis karena berada di antara benua Asia dan Australia, serta samudera Pasifik dan Hindia. Bahkan, dari 40 persen rute perdagangan dunia yang 90 persen melalui jalur laut, melewati wilayah Indonesia.
Salah satu pelabuhan yang menjadi penopang industri laut di Tanah Air adalah pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Pelabuhan yang dulu bernama Emmahaven itu terus berinovasi. Aktivitasnya kian terasa sejak menjadi pelabuhan kelas satu bersertifikat ISO 9002 di 2013 hingga membangun Terminal Peti Kemas (TPK).
Pasca merger yang dimulai 1 Oktober 2021, pelabuhan tertua kedua setelah Sunda Kelapa ini, terus memacu penyempurnaan layanan. Secara berangsur, Teluk Bayur pun menyempurnakan kecepatan berbagai aktivitas operasional.
"Tentu banyak sekali yang berubah pasca merger karena semua terintegrasi dan terkontrol secara digitalisasi," kata General Manager (GM) Regional 2 Teluk Bayur, Medi Kusmana, kepada SuaraSumbar.id, Senin (18/9/2023).
Medi Kusmana mengatakan, operasional pelabuhan Teluk Bayur sudah semakin cepat dari aspek bisnis. Sebelum marger, waktu dwelling time kapal bisa mencapai 3 hingga 4 hari. "Kini paling ekstrim kapal sandar menunggu itu hanya 2 hari. Teluk Bayur sudah berubah. Kepastian bisnis lebih jelas," katanya.
Menurut Medi, dwelling time lama salah satu hal yang menyiksa dan menguras biaya tinggi. Lebih-lebih jika si pengusaha menyewa kapal, misalnya kapal berkapasitas 10 ribu ton. "Sewanya saja sampai Rp 1,5 miliar. Bayangkan kalau kapal harus menunggu sampai 3-4 hari. Satu hari saja, loss cost-nya mencapai Rp 125 juta," katanya.
Percepatan pelayanan menjadi beban moral bagi pelabuhan demi lancarnya akses bisnis. Merger Pelindo merupakan jalan baik untuk merealisasikan pengoptimalkan pelayanan di pelabuhan itu sendiri.
Medi Kusmana mengatakan, merger Pelindo betul-betul nyata mampu mengefisiensi biaya dan mengefektifkan semua peralatan di Pelabuhan Teluk Bayur. "Karena sudah disatukan, bisa saja alat yang belum optimalkan di regional lain digeser dulu ke yang membutuhkan. Merger ini membuat pelabuhan fleksibel juga," katanya.
Secara data, Medi belum bisa bicara detail berapa persen biaya logistik yang bisa ditekan pasca merger. Sebab, dalam usia yang masih 2 tahun, belum semua sektor yang langsung rising. Namun, dari banyak pelayanan, semua sudah terlihat nyata.
Optimalisasi Teluk Bayur
Luas pelabuhan Teluk Bayur mencapai 79,3 hektare. Sementara, luas area petikemasnya 8.324 meter dengan produksi per bulannya mencapai 8.000 Twenty Foot Equivalent Unit (TEUs). Semula, pelabuhan yang berdiri sejak 1858 itu hanya melayani angkutan orang. Pelan-pelan bertransformasi jadi pelabuhan ekspor dan impor yang mobilitasnya terus meningkat sejak hadirnya layanan peti kemas.
Wajah Teluk Bayur tak hanya berubah dari pelabuhan kayu menjadi beton. Alat bantu bongkar muatnya makin canggih dan berstandar internasional. Fasilitasnya dilengkapi 4 unit Gantry Luffing Crane (GLC), 3 Rubber Tyred Gantry (RTG), 4 Spreader Telescopic, 6 unit Wheel Loader, 3 Excavator, 3 Reach Stacker, 2 Side Loader, 10 Forklift, 16 Head Truck, 6 Dump Truck, 7 Chassis 45, 9 Chassis 40, 3 Hopper, 6 Bucket dan 1 Grab hingga jembatan timbangan.
Pelabuhan terbesar di Pantai Barat Sumatera itu diutungkan letak geografis. Akses dari Teluk Bayur bisa langsung ke Amerika Serikat (AS), India, Eropa hingga Arab Saudi. Dengan posisi demikian, bukan tidak mungkin kelak Teluk Bayur jadi transhipment port.
"Kalau semuanya terfasilitasi, bisa sajas nanti barang-barang dari AS ke Jepang, disimpan dulu di Teluk Bayur. Ini akan terus kami tata," katanya.
Dari segi ekspor, ada 10 komoditi asal Sumbar yang dikirim berbagai negara melalui pelabuhan Teluk Bayur. Mulai dari CPO, semen, klinker, cangkang sawit, batu bara, pupuk, bungkil, gypsum, karet dan copper slag.
Produksi CPO dari Sumbar di ekspor ke India, Burma, China, Srilanka dan Afrika. Sedangkan cangkang sawit ke Polandia dan Jepang. Kemudian bungkil ke New Zeland dan Australia, karet ke Amerika Serikat, serta batu bara ke Thailand dan Vietnam.
"Nah, bagaimana menjadikan semua CPO ini keluar dari Teluk Bayur. Sekarang kan masih ada yang lewat Balawan hingga Bengkulu. Makanya, secara berangsur dermaga diperbaiki," katanya.
Medi menyebutkan sistem digitalisasi terintegrasi juga telah diterapkan Pelindo dalam pelayanan kepelabuhan. Keluar-masuk kapal termonitor dengan Vessel Management System (VMS), sebuah sistem yang telah dikembangkan sejak 2016 lalu. Kegunaannya tentu saja mempermudah dan mempercepat pengurusan dokumen. Kini, sistem VMS makin cepat dengan biaya yang lebih murah dan transparan.
Dulu, pengurusan dokumen memakan waktu 3-4 hari. Dengan sistem VMS, waktu pengurusan dokumen cukup 8 jam saja. Kecepatan itu menekan biaya pelanggan 20 hingga 30 persen. Biaya operasi pelabuhan pun bisa ditekan hingga 50 persen.
Sementara itu, Deputy General Manajer Komersial PT Pelindo Regional 2 Teluk Bayur, Hendri Adolf mengatakan, rata-rata kapal bersandar 9 unit setiap hari. Arus kapal Gross Tonnage (GT) hingga Agustus 2023 mencapai 8.099.396 GT. Jumlah ini meningkat dibandingkan periode yang sama di 2022 yakni 7.691.421 GT.
Secara otomatis, tonase arus barang juga meningkat dari 3.441.631 ton di Agustus 2022, menjadi 3.763.712 ton di Agustus 2023. Begitu juga arus penumpang mengalami kenaikan dari 59.756 orang menjadi 72.389 orang hingga periode Agustus 2023.
"Arus kapal tercatat 1.723 unit hingga Agustus 2023. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun lalu di periode yang sama, yaitu 1.622 unit," katanya.
Aktivitas peti kemas mengalami kenaikan sebesar 108 persen dibandingkan tahun 2021. Namun, mengalami penurunan sebesar 12 persen dibandingkan tahun 2022 di periode yang sama. Hal itu terjadi karena tidak adanya kegiatan transhipmet rute JKT-PDG-BKS yang dilakukan oleh PT SPIL.
Kinerja Positif
Regional Division Head Komersial PT Pelindo Regional 2, Budi Prasetio mengatakan, pasca merger, sejumlah kinerja operasional Pelindo Regional 2 hingga Juli 2023 mulai mengalami peningkatan.
Kinerja vessel traffic (arus kapal) hingga Juli 2023 mencapai 178,2 juta GT atau menigkat sebesar 12,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2022 yaitu 157,9 juta GT dan 154,2 juta GT di 2021. Begitu juga kinerja non container traffic (arus barang) telah mencapai 29,2 juta ton atau tumbuh sebesar 1,4 persen dari periode yang sama tahun 2022 sebesar 28,8 juta ton.
Sementara itu, container traffic (arus petikemas) hingga Juli 2023 mengalami penurunan sebesar 1,4 persen dari tahun 2022 dengan capaian 4,56 Teus. Namun, capaian ini lebih tinggi dibandingkan tahun 2021 sebesar 4,38 Teus.
"Peningkatan drastis terjadi pada passanger traffic (arus penumpang) yang mencapai 685 ribu penumpang atau tumbuh sebesar 41,9 persen dari periode yang sama tahun 2022 sebanyak 483 ribu penumpang," katanya dalam keterangan tertulis.