SuaraSumbar.id - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menolak keras rencana pengesahan undang-undang (RUU) kesehatan Omnibus Law. Sebab, RUU tersebut dinilai akan menciderai undang-undang keperawatan serta turunannya.
Penolakan itu menyikapi Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2022 yang dihadiri oleh Ketua DPW PPNI di 34 rovinsi seluruh Indonesia.
Ketua DPW PPNI Sumbar, Meta Seprinel mengatakan, Rapimnas itu untuk merespon adanya rencana RUU tentang kesehatan (Omnibus Law) dalam prolegnas prioritas tahun 2023.
Menurutnya, PPNI sebagai organisasi profesi yang mewadahi lebih dari satu juta perawat di Indonesia merasa perlu bersikap, mengingat dengan metode Omnibus Law akan berpotensi mencabut atau meniadakan UU No 38 tahun 2014 tentang Keperawatan.
Baca Juga:Mutu Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Jabar Diupayakan Meningkat
"Profesi perawat adalah yang paling banyak terkena dampak terhadap pencabutan tersebut selain itu juga akan berdampak kepada masyarakat," katanya, Jumat (21/10/2022).
Menurutnya, UU No 38 tahun 2014 itu pada dasarnya telah memberikan landasan yang kuat untuk pengembangan profesi perawat agar kualitas dan profesionalitas perawat Indonesia semakin terjamin dan mampu menghadapi era persaingan.
"UU tersebut mengatur profesi perawat dari hulu ke hilir dan juga mengatur pelayanan perawat untuk perlindungan klien atau asyarakat maupun perawat itu sendiri," tuturnya.
Ditambahkannya semenjak disahkan tahun 2014 laku, undang-undang keperawatan sudah berjalan dengan baik hingga saat ini. Sehingga tidak ada alasan undang-undang-undang tersebut diganggu oleh RUU Kesehatan (Omnibus Law).
"Dengan adanya undang-undang kesehatan bersifat Omnibuslow berarti sudah menggeneralkan, otomatis keberadaan kita tentu tidak memiliki pedoman yang khusus lagi," ujarnya.
Baca Juga:PPNI Buka Suara Terkait Perawat Bikin Konten Pelecehan Seksual di Medsos
Sementara itu, kata Meta, perlakuan-perlakuan di keperawatan tidak bisa disamakan dengan profesi yang lain. Artinya tidak lagi berdiri sendiri.
"Itu yang kita khawatirkan. Misalnya, mungkin saja itu tentang penamaan. Kalau di undang-undang kita bahwa perawat adalah seseorang yang sudah lulus dari pendidikan tinggi. Kalau seandainya di cabut, jangan-jangan tamatan SMA juga bisa jadi perawat," pungkasnya.
Kontributor : B Rahmat