SuaraSumbar.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang menyayangkan langkah kepolisian membebaskan warga negara asing (WNA) sekeluarga yang terlibat kasus pencurian dengan modus hipnotis di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar).
WNA berkebangsaan Iran itu dibebaskan lantaran pihak kepolisian menerapkan restorative justice untuk penyelesaian perkara. Keputusan ini setelah persetujuan dan mediasi kedua belah pihak antara korban dan terduga pelaku.
LBH Padang menilai, penerapan restorative justice dalam suatu tindak pidana tidak boleh sembarang. Apabila dilakukan tidak sesuai hukum, tentunya bisa berdampak dan diskriminasi hukum.
Direktur LBH Padang, Indira Suryani mengatakan, restorative justice maupun pengalihan proses pada sistem penyelesaian perkara (diversi), hanya bisa diberikan kepada anak yang bermasalah terhadap hukum.
"Dan dengan berbagai persyaratan, berdasarkan undang-undang persyaratan ancaman hukuman untuk si anak di bawah tujuh tahun, pertama sekali melakukan tindak pidana, baru bisa diversi. Jadi ada beberapa persyaratan," ujar Indira saat dihubungi SuaraSumbar.id, Jumat (23/9/2022).
Menurut Indira, dalam hal kasus pencurian tidak bisa sembarangan menerapkan restorative justice, kecuali pidana ringan. Salah satu pencurian ringan seperti yang terjadi di lingkungan keluarga atau merupakan delik aduan.
"Jadi setahu saya di dalam Perma (peraturan Mahkamah Agung) itu batas untuk pengajuan diversi kasus pencurian kerugian harus di bawah Rp2,5 juta. Kalau di atas Rp2,5 juta tidak bisa diversi," jelasnya.
Sementara dalam kasus yang melibatkan WNA Iran, kata dia, merupakan kasus yang masuk dalam delik biasa. Dalam delik biasa apabila korban telah memaafkan dan pelaku mengembalikan hasil curian itu hanya untuk meringankan proses hukum.
"Kalau delik biasa, menyelesaikan dengan cara mengambilkan uang itu tidak bisa menyelesaikan masalah yang seperti itu, harus tetap diproses. Namun ketika dia mengembalikan hasil curian itu akan sangat memperingan proses hukumnya ke depannya," tegasnya.
Baca Juga:Polisi Tak Proses Hukum WNA Sekeluarga Mencuri di Pesisir Selatan, Imigrasi Segera Deportasi
"Jadi hati-hati dengan restorative justice itu. Karena dia punya syarat untuk menentukan itu, dan tidak boleh sembarang. Kalau restorative justice tanpa aturan yang saya katakan itu, berarti pelanggaran hukum yang dilakukan kepolisian," sambung Indira.
Ia menegaskan, Indonesia memiliki kedaulatan dan terdapat asas legalitas serta teritorial di dalam KUHP. WNA yang terlibat tindak pidana di Indonesia semestinya wajib mematuhi terhadap hukum yang ada.
"Jadi tidak ada alasan sebenarnya kepolisian menyelesaikan kasus (WNA Iran) itu dengan secara restorative justice ketika dia tidak ada persyaratan yang dia penuhi," ungkapnya.
Seperti diketahui, WNA Iran yang merupakan satu keluarga tersebut bernama Rouhollah (39), Azam (40) dan berinisial T (13). Mereka melakukan pencurian di toko grosir kebutuhan pokok di dua wilayah yakni di Kecamatan Lengayang dan Basa Ampek Balai Tapan.
Dari laporan dua orang korban, masing-masing mengalami kerugian Rp 10 juta dan Rp 4 juta. Hasil berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan Kantor Imigrasi Kelas I TPI Padang, WNA tersebut mengakui melakukan pencurian dengan hipnotis.
Sebelumnya, Kasat Reskrim Polres Pesisir Selatan, AKP Hendra Yose mengatakan, pihaknya sudah melakukan koordinasi terkait kasus yang menjerat WNA ini. Koordinasi itu di antaranya dengan Kantor Imigrasi Kelas I TPI Padang serta Duta Besar Iran di Jakarta.
- 1
- 2