Pro Kontra Menag Ucapkan Hari Raya Agama Bahai, MUI Sumbar: Ajaran Sesat

Gusrizal Gazahar menyampaikan bahwa esensi dari agama Bahai tersebut adalah ajaran sesat.

Eko Faizin
Jum'at, 30 Juli 2021 | 13:29 WIB
Pro Kontra Menag Ucapkan Hari Raya Agama Bahai, MUI Sumbar: Ajaran Sesat
Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar (Dokumen pribadi)

SuaraSumbar.id - Aliran bahai belakangan menjadi sorotan pasca Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memberikan ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB untuk komunitas tersebut.

Ucapan Menag Yaqut tersebut menuai pro dan kontra publik. Bahkan, kritikan itu disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat, Buya Gusrizal Gazahar Dt Palimo Basa.

Gusrizal Gazahar menyampaikan bahwa esensi dari agama Bahai tersebut adalah ajaran sesat. Menurutnya ajaran tersebut menodai ajaran Islam.

“Bahaiyyah ditinjau dari latar belakang sejarah, esensi ajaran dan gerakan penyebaran merupakan ajaran sesat yang menodai ajaran Islam dan menjadi pintu masuk musuh untuk merusak umat Islam,” ungkap kepada Covesia.com--jaringan Suara.com, Jumat (30/7/2021).

Disampaikan Buya Gusrizal, tak mengherankan jika lembaga Islam berskala internasional, nasional dan juga para tokoh ulama telah mengeluarkan keputusan tentang kesesatan aliran ini.

“Membiarkan dan melindunginya sebagai suatu agama berarti memberi payung legalitas bagi mereka untuk menyesatkan umat," sebut dua.

Menurutnya, pencabutan Kepres pelarangan yang pernah dikeluarkan, tidaklah otomatis mengakuinya sebagai suatu agama yang memiliki kedudukan yang sama dengan agama-agama yang diakui di Indonesia.

Lebih lanjut, Buya Gusrizal menyampaikan bahwa dengan memberikan ucapan selamat hari raya mereka, Menag telah mengabaikan ghirah umat Islam dalam menjaga aqidah Islamiyyah.

“Tak patut hanya berpijak kepada Kepres 69/2000 yang telah mencabut kepres 264/1962 karena itu tidak berarti bahaiyyah mendapatkan posisi sebagai suatu agama yang diakui sejajar dengan agama resmi yang diakui,”jelasnya.

Di samping itu, tugas negara khususnya Kemenag untuk melindungi agama-agama resmi dari penyesatan merupakan amanah Konstitusi.

Dia menambahkan tanpa terjaganya kebenaran ajaran agama, berarti umat beragama tidak bisa menjalankan agama mereka dengan benar.

Kemudian, sikap kurang pertimbangan Menag bisa memicu konflik antara umat dengan penganut ajaran bahaiyyah.

Gusrizal mengatakan alangkah bijaknya, di saat negara sedang berkutat menghadapi berbagai persoalan berat.

Ia menilai Menag seharusnya bisa menyingkirkan terlebih dahulu perkara-perkara yang bisa memicu kekisruhan dan menggerus kepercayaan umat kepada pemerintah.

Kalau memang sikap pemerintah dipandu oleh keadilan antar anak bangsa dalam persoalan keberagamaan, sepatutnya pemerintah mengkaji ulang pencabutan Kepres 264/1962 zaman Presiden Soekarno tersebut karena itu dilakukan tanpa melibatkan lembaga-lembaga umat Islam.

“Hal ini merupakan kecelakaan sejarah yang sangatlah tidak wajar terjadi karena Islam merupakan akar ajaran yang kemudian diselewengkan oleh bahaiyya,” ungkap Buya Gusrizal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak