Ribuan Rumah Terendam, Banjir Pesisir Selatan Diduga Akibat Illegal Logging

"Ini akibatnya hutan ditebang secara liar, banjir melanda sebuah negeri di ujung Pesisir," kata Ketua Partai PPP Pessel itu.

Riki Chandra
Senin, 29 Maret 2021 | 20:07 WIB
Ribuan Rumah Terendam, Banjir Pesisir Selatan Diduga Akibat Illegal Logging
Banjir yang melanda dua kecamatan di Pesisir Selatan. [ist]

SuaraSumbar.id - Ribuan warga korban banjir di dua Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera, mengeluhkan sikap lamban pemerintah daerah dalam menangani musibah bencana alam.

Salah seorang tokoh pemuda di Kecamatan Basa Ampek Balai, Egy mengatakan, hingga kini Pemkab Pessel belum turun melihat kondisi masyarakat yang terdampak banjir.

"Sampai sekarang bupati maupun wakil bupati belum turun ke sini," katanya kepada wartawan, Senin (29/3/2021).

Dia meminta pemerintah daerah menyaksikan langsung kondisi yang tengah di dera masyarakat di dua kecamatan itu.

Baca Juga:Pertalite Langka di Pesisir Selatan, Sopir dan Nelayan Mengeluh

Sementara itu, Kepala Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA), Doni Gusrizal menyampaikan, saat ini upaya yang dilakukan pemerintah daerah baru sebatas memperbaiki tanggul yang jebol.

"Ada 2 alat berat kita yang bekerja di sana. Alokasi dana yang kami siapkan Rp 300 juta," katanya.

Untuk upaya permanen, pemerintah daerah kini tengah membuat proposal kepada Pemprov Sumbar dan Kementerian Pekerjaan Umum.

Menurutnya, biaya normalisasi Batang Tapan yang meluap hingga merendam ribuan rumah itu sangat besar. Setidaknya, dibutuhkan anggaran sebesar Rp 500 miliar. Sebab, panjang sungai Batang Tapan yang mencapai 86 kilometer.

Di sisi lain, tokoh masyarakat Pessel, Marwan Anas mengatakan, luapan batang tapan ini terjadi akibat dugaan aksi illegal logging yang sudah berlangsung lama. Dia menyebut pemerintah seakan tidak memperdulikan penyebab banjir yang nyaris terus terjadi.

Baca Juga:Tiga Hari Hilang saat Melaut, Nelayan di Pesisir Selatan Ditemukan Tewas

"Penyebab bencana ini kuat dugaan akibat adanya aktifitas penebangan liar terutama di Hutan Taman Nasionalis Kerinci Seblat (TNKS). Pemerintah jangan tutup mata dan harus gencar merazia," kata mantan anggota DPRD Pessel dua periode itu.

Menurutnya, dugaan penebangan liar ini diperkuat dengan temuan kayu-kayu berukuran besar dan bekas ditebang hanyut terseret banjir.

Temuan sejumlah kayu yang sudah dipotong dalam bencana banjir di Pesisir Selatan. [ist]
Temuan sejumlah kayu yang sudah dipotong dalam bencana banjir di Pesisir Selatan. [ist]

"Ini akibatnya hutan ditebang secara liar, banjir melanda sebuah negeri di ujung Pesisir," kata Ketua Partai PPP Pessel itu.

Senada dengan itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Unit IX Pessel, Mardianto mengatakan, banjir yang terjadi di Rahul tidak lepas dari beberapa aspek.

Pertama, aspek warga yang membuka lahan di hutan produksi. Kemudian, aspek konversi lahan yang dilakukan warga dan tidak menutup kemungkinan juga indikasi penebangan hutan TNKS.

"Penebagan hutan TNKS juga salah satu pemicu banjir yang terjadi di Rahul, Tapan dan BAB," katanya.

Seperti diketahui, banjir merendam dua kecamatan di Pesisir Selatan pada Minggu (28/3/2021) malam. Banjir ini dipicu hujan deras yang menyebabkan meluapnya aliran Batang Tapan.

Dua kecamatan yang terendam banjir yakni, Kecamatan Basah Ampek Hulu (BAB) Tapan, dan Ranah Ampek Hulu (Ranhul) Tapan.

Ada lima nagari yang direndam banjir di Kecamatan Basah Ampek Hulu. Masing-masing, Nagari Tapan, Nagari Koto Anau Tapan, Nagari Batang Arah Tapan, Nagari Tanjuang Pondok Tapan, Nagari Dusun Baru Tapan, dan Nagari Batang Betung Tapan. Sedikitnya, ada 250 Kepala Keluarga (KK) yang terdampak banjir tersebut.

Sedangkan di Kecamatan Ranhul Tapan, ada 4 nagari yang terdampak banjir. Masing-masing, Nagari Talang Balarik Tapan, Nagari Limo Puruik Tapan, Nagari Kampuang Tengah Tapan dan Nagari Binjai Tapan.

Informasinya, ada sekitar 901 unit rumah warga dengan 3.789 jiwa di Kecamatan Ranhul Tapan yang terendam banjir.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini