SuaraSumbar.id - Masyarakat Minangkabau tersinggung dengan keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri tentang larangan bagi siswa untuk berpakaian agama tertentu di sekolah negeri. Apalagi, keputusan lahir setelah ribut-ribut masalah siswi nonmuslim berjilbab di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat.
Hal itu dinyatakan Ketua Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Sumbar, M Sayuti Dt. Rajo Penghulu. Pihaknya mengaku telah menggelar pertemuan dengan organisasi-organisasi besar di Sumbar.
"Kami sepakat dan menyatakan bahwa SKB 3 Menteri itu telah meresahkan masyarakat Minangkabau. Karena selain kearifan lokal, memakai jilbab adalah budaya kita sejak turun-temurun," katanya, Selasa (16/2/2021).
Menurut Sayuti, Perda yang mengatur cara berpakaian bagi siswi beragama Islam tidak pernah menimbulkan kegaduhan selama ini. Kehadiran SKB 3 Menteri ini menciderai budaya yang selama ini dijaga di Minangkabau.
Baca Juga:SMP Negeri 10 Padang Hentikan Belajar Tatap Muka, 2 Guru Positif Covid-19
"Di Minangkabau, perempuan batuduang (berkerudung) dan laki-laki pakai saruang (pakai kain sarung). Jika tidak dibolehkan memakai kerudung, itulah yang membuat kita tersinggung," katanya.
"Kami meminta pemerintah pusat, mohon dipahami secara arif dan bijaksana bahwa di Sumbar ada adat dan budaya tentang berpakaian itu," katanya.
Seperti diketahui, SKB 3 Menteri itu ditandatangi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Menurut Nadiem, SKB 3 Menteri ini menegaskan bahwa keputusan untuk berseragam dengan atau tanpa kekhususan agama adalah sepenuhnya hak individu setiap guru, murid, dan orang tua.
"Pemerintah daerah ataupun sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama," kata Nadiem dalam jumpa pers virtual, Rabu (3/2/2021).
Baca Juga:Terminal Anak Air Padang Dilengkapi Mal Pelayanan Publik dan Bebas Preman
Jika masih ada aturan lama yang mewajibkan seragam sekolah dengan kekhususan agama tertentu, pemerintah daerah atau kepala sekolah harus mencabutnya paling lama 30 hari kerja sejak SKB ini diterbitkan.
"Kalau ada peraturan yang dilaksanakan baik oleh sekolah maupun pemerintah daerah yang melanggar keputusan ini, harus dalam waktu 30 hari dicabut peraturan tersebut," tegasnya.
Nadiem mengungkapkan jika masih ada pihak yang melanggar maka pihak di atasnya bisa memberikan sanksi, misal: pemda memberikan sanksi ke sekolah, gubernur memberikan sanksi ke bupati/walikota, Mendagri memberikan sanksi ke Gubernur, Kemendikbud memberikan sanksi ke sekolah.
"Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme dan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.
Meski begitu, SKB 3 Menteri ini tidak berlaku di Aceh sebagai daerah istimewa yang memiliki ketentuan perundang-undangan terkait Pemerintahan Aceh.
SKB 3 Menteri ini diterbitkan berdasarkan pada kepentingan menjaga eksistensi ideologi negara Pancasila, UUD 1945, dan keutuhan NKRI; membangun karakter peserta didik untuk memelihara persatuan dan kesatuan bangsa, serta membina dan memperkuat kerukunan antarumat beragama.
"Pertimbangan selanjutnya adalah bahwa pakaian seragam dan atribut bagi para murid dan para guru adalah salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama," ucapnya.
Kontributor : B Rahmat