SuaraSumbar.id - Polemik siswi nonmuslim di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar) kini menjadi perbincangan di tanah air. Banyak yang mengecam tindakan tersebut karena dianggap intoleransi.
Kasus ini viral setelah ayah siswi bernama Jeni Cahyani Hia itu mengunggah video percakapannya dengan pihak sekolah lewat siaran langsung di akun Facebook bernama Elianu Hia pada Kamis (21/1/2021).
"Lagi di sekolah smk negri 2 padang. Saya di panggil karna anak saya tdk pakai jilbab, kita tunggu aja hasil akhirnya. Saya mohon di doakan ya," tulisnya sembari membagikan video tersebut.
Dalam video tersebut, Elianu tampak berdebat dengan salah satu guru. Ia menyayangkan peraturan tersebut dan mengaku keberatan jika anaknya harus mengenakan jilbab selama bersekolah.
Baca Juga:Dipaksa Pakai Jilbab, Surat Ortu Siswi di Padang Belum Direspons Jokowi
"Bagaimana rasanya kalau anak Bapak dipaksa ikut aturan yayasan. Kalau yayasan tidak apa, ini kan (sekolah) negeri," kata Elianu.
Sehari setelah video ini viral, pada Jumat (22/1/2021) malam, pihak sekolah dan Dinas Pendidikan Sumbar langsung menggelar konfrensi pers dengan awak media di Kota Padang.
Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi memberikan klarifikasi soal kisruh pemaksaan seorang siswi nonmuslim untuk memakai jilbab di sekolah yang dipimpinnnya.
Menurut Rusmadi, orang yang bicara dalam video viral di medsos itu memang orangtua murid ketika berbicara dengan guru Bimbingan Konseling (BK).
Hanya saja, soal pemanggilan wali murid ke sekolah, kata Rusmadi, itu adalah keinginan muridnya untuk membawa orangtuanya dan bukan pemanggilan pihak sekolah.
Baca Juga:Paksa Siswi Berhijab, DPR: Guru SMKN 2 Padang Harus Diberi Peringatan Keras
"Pertama-tama, kami meyampaikan permohonan maaf karena takut terjadi gesekan antar agama. Tapi perlu diluruskan, kedatangannya wali murid ke sekolah adalah keinginannya sendiri," katanya.
Menurutnya, ada 46 siswa dan siswi nonmuslim bersekolah di SMKN 2 Padang. Namun, siswi nonmuslim lain tidak keberatan untuk memakai jilbab.
"Memang ada mempertanyakan terkait siswi (non muslim) yang tidak memakai jilbab. Tapi saya meminta agar tidak permasalahan karena menyangkut Hak Asasi Manusia (HAM)," katanya.
"Siswi nonmuslim hanya menyesuaikan. Jika memakai jilbab Alhamdulillah dan jika tidak juga tidak apa-apa," sambungnya lagi.
Sementara itu, Kepala Disdik Sumbar, Adib Alfikri mengatakan, pihaknya akan mengusut tuntas persoalan ini sesuai aturan yang berlaku.
Adib menegaskan, tidak ada aturan bahwa siswi SMK atau pun SMA wajib memakai jilbab. Aturan ini berlaku setelah SMA sederajat berada di bawah naungan Disdik Sumbar.
"Yang perlu ditegaskan, tidak ada pemaksaan dan tidak ada aturan yang mengatur untuk itu dan semua kita mengacu pada peraturan dari kementerian," katanya.
Pihaknya juga mengaku telah menurunkan tim untuk menyelidiki dan mengumpulkan data soal kasus di SMKN 2 Padang.
"Jika nanti dalam laporan tim ada temuan yang terkait dengan adanya dugaan penyimpangan dan itu tidak sesuai dengan aturan, tentu kita akan proses sesuai dengan aturan yang berlaku," tegasnya.
Adib juga mengatakan bahwa persoalan ini, masih dalam tanggungjawab kepala sekolah. Jika ditemukan praktek di luar ketentuan, Adib berjanji akan bertindak tegas.
Di hari yang sama, Kepala SMKN 2 Padang Rusmadi juga dipanggil pihak Ombudsman Perwakilan Sumbar untuk memberikan klarifikasi terkai dugaan pemaksaan memakai jilbab itu.
"Kami memanggil Kepala Sekolah SMK 2 Padang ini terkait informasi pemaksaan menggunakan jilbab bagi siswa nonmuslim di sekolah tersebut," kata Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani.
Menurutnya, Kepsek tersebut menjelaskan bagaimana duduk permasalahan yang viral di media sosial itu.
"Kami nanti akan membahasnya secara internal dan hasilnya nanti diumumkan Senin, 25 Januari 2021 mendatang," katanya.
Setelah itu, Sabtu (23/1/2021) kasus siswi dipaksa pakai jilbab ini terus menggelinding. Kemendikbud RI turut menyesalkan tindakan pemaksaan siswi nonmuslim untuk memakai jilbab di SMKN 2 Padang.
Hal itu ditegaskan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud, Wikan Sakarinto dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (23/1/2021).
"Ketentuan mengenai pakaian siswa/siswi di satuan pendidikan telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan,” kata Wikan.
Menurutnya, ketentuan soal seragam sekolah telah diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.
Permendikbud tentang pakaian seragam sekolah ini tidak mewajibkan model pakaian kekhususan agama tertentu menjadi pakaian seragam sekolah.
Selain itu, sekolah tidak boleh membuat peraturan atau himbauan bagi peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah.
Kecaman dari kecaman terus datang. Mulai dari Komhas HAM, Anggota DPR RI, KPAI, hingga LBH. Mereka semua menuntut agar aturan tersebut dihapuskan karena tidak sesuai dengan kebhinekaan Indonesia.
Meski begitu, Mantan Wali Kota Padang, Fauzi Bahar, justru menolak keras aturan wajib berjilbab bagi siswa di sekolah dihilangkan.
"Kalau aturan itu akan diubah, saya yang akan menentang terlebih dahulu," katanya.
Ia mengkhawatirkan jika aturan tersebut diubah, maka akan berpengaruh pada siswa muslim lainnya.
"Hanya karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Tidak mau saya karena memperjuangkan segelintir orang ini, akan rusak generasi kita," katanya.
Seharusnya, kata eks Wali Kota Padang dua periode itu, siswi nonmuslim menyesuaikan dengan muslim yang mayoritas berada di Kota Padang.
"Masa generasi kita dikorbankan hanya karena segelintir orang. Nanti mereka dibebaskan tidak menggunakan jilbab malah generasi kita ikut-ikutan tidak menggunakan jilbab. Saya menentang keras itu," katanya.
Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan, kericuhan polemik ini seperti diframing. Dengan kata lain, di angkat seolah-olah pemaksaan itu benar-benar terjadi.
"Kasus ini diframing, diangkat seolah-olah itu pemaksaan dan saya mau bertanya yang mula membuat istilah pemaksaan. Kemudian saya konfirmasi ke pihak Kominfo apa duduk perkaranya," kata Gusrizal Gazahar kepada SuaraSumbar.id, Sabtu (23/1/2021) malam.
MUI Sumbar meyakini tidak ada pemaksaan nonmuslim memakai jilbab di SMKN 2 Padang. Menurut Gusrizal, duduk perkara tersebut harus berpijak dengan aturan yang dibuat pihak sekolah bahwa tidak ada pemaksaan bagi siswa-siswi untuk tidak berpakain muslim atau memakai jilbab.
"Kalau memang ada kekeliruan dari pihak kita ummat Islam, kita tidak akan melakukan pembelaan apa-apa, malah kita akan luruskan umat dan itu adalah tugas ulama. Tapi kalau faktanya tidak ada pemaksaan, saya ingatkan pihak yang memframing. MUI akan terus memantau perkembangannya," tegasnya.
Jangan sampai hal ini dijadiakan celah masuk untuk mendiskreditkan Sumbar. Diakui Gusrizal, Sumbar akan tetap tumbuh dengan nilai-nilai kearifan lokalnya.
"Ya kalau ada orang yang mau mendiskreditkan Sumbar, datang saja, saya akan layani," bebernya.
Harusnya, kata Gusrizal, yang harus diberlakukan sesuai ketentuan adalah siswa muslim dan muslimah.
Jika dia nonmuslim, jangankan perda, syariat Islam saja tidak mewajibkannya. Sebab, tidak ada hukum yang menjangkau orang beragama lain selain Islam. Intinya, tidak ada lagi yang harus dipersoalkan dalam masalah tersebut.
Di sisi lain, orang tua siswi nonmuslim itu terus melanjutkan perkara tersebut hingga ke Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini dibeberkan penasehat hukumnya, Mendrofa.
Menurut Mendrofa, pihaknya telah melayangkan surat ke Jokowi terkait aturan mengenakan jilbab di sekolah.
Surat tersebut juga telah disampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim serta Komnas HAM.
"Surat kami kirim pada 21 Januari 2021 kemarin. Hingga kini belum ada balasan dari pihak terkait, kata Mendrofa kepada wartawan, Minggu (24/1/2021).
Mendrofa berharap agar pemerintah mengeluarkan peraturan, bagi institusi pendidikan di Indonesia tidak mewajibkan siswi nonmuslim memakai jilbab atau berseragam muslim.
"Sedangkan terkait dugaan pemaksaan, kami juga meminta Komnas Ham melakukan penyelidikan ke lapangan," katanya.