Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Selasa, 13 Desember 2022 | 18:06 WIB
Ketua DPRD Sumbar Supardi (tengah) saat berbincang saat Festival Keragaman Kopi di Agamjua Art and Culture Kafe di Kota Payakumbuh. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Barat (Sumbar) menggelar Festival Keragaman Kopi di Agamjua Art and Culture Kafe di Kota Payakumbuh. Kegiatan tersebut berlangsung sejak Sabtu hingga Selasa (10-13/12/2022).

Ketua DPRD Sumbar, Supardi mengatakan, kopi merupakan minuman yang tak lekang oleh zaman. Kopi mengakar dalam kebudayaan dan kehidupan sehari-hari. Hadir di lepau-lepau bahkan di kafe-kafe dengan ragam varian, cara penyeduhan, pengolahan pasca panen.

"Kopi ikut mengubah sejarah Minangkabau. Dari kopi, perekonomian penduduk sebelum kolonial membaik. Para Alim Ulama berkali naik haji karena perkebunan kopi hampir tumbuh di setiap sudut Sumbar,” katanya saat membuka Festival Keragaman Kopi itu.

Sejarawan dari Universitas Andalas (Unand), Gusti Asnan pernah menulis bahwa kopi telah tumbuh subur sebelum Belanda datang ke pedalaman Minangkabau. Masyarakat Minang sendiri baru menyadari bahwa biji kopi ini bernilai tinggi di akhir abad ke-18, sejak saudagar Amerika datang membeli biji kopi.

Baca Juga: Galanggang Silek Tradisi, Jalan Mengembalikan Identitas Budaya Minangkabau

Di Minangkabau, sistem tanam paksa kopi mulai diberlakukan sejak sekitar tahun 1834, pemerintah Hindia Belanda memulai usahanya untuk mendapatkan kopi Minangkabau dengan menggunakan Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) dan konsep ‘harga terlindung’.

Hanya saja, karena wilayah Minangkabau belum ditaklukkan seutuhnya, usaha ini gagal pada tahun 1839 (Christine Dobbin dalam Gejolak Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Padri; Minangkabau 1784-1847). Sistem ini baru efektif berjalan pada tahun 1847 pasca perang Padri.

Beragam kegiatan berlangsung dalam Festival Keragaman Kopi. Mulai dari Lomba Uji Coba Cita Rasa, Pameran Kopi, Kuliner dan Kerajinan hingga Talkshow. Minggu hari kedua, Lomba Uji Coba Cita Rasa, seduhan Arabika yang diikuti oleh 22 peserta. Mereka berasal dari Padang, Pasaman, Bukittinggi, Agam, Tanah Datar, Sijunjung, Payakumbuh, dilanjutkan pada hari berikutnya, Senin tanggal 12 Lomba Cita Rasa Arabika. Di mana ketangkasan peserta untuk meracik cita rasa yang khas ditantang.

Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Provinsi Sumbar Asben Hendri mengatakan pihaknya menyiapkan hadiah puluhan juta untuk pemenang berbagai kategori lomba. Masing-masing pemenang juga akan mendapatkan mesin kopi.

Sebelumnya, pada tanggal 4-7 Desember Festival Keberagaman Kopi memberikan workshop Barista. Kegiatan berlangsung di Hotel Mangkuto. Yang diikuti oleh Barista-Barista Pemula untuk mendalami ilmu dan teknik meramu kopi, dari beberapa instruktur.

Baca Juga: Mengembalikan Silek Tradisi Jadi Identitas Budaya Minang, Ketua DPRD Sumbar: Kuncinya Surau dan Sasaran

“Meramu kopi, apalagi biji kopi Robusta lebih dominan di daerah kita, lebih populer varian kopi ini, di Payakumbuh. Akan tetapi kadar kafein lebih tinggi, makanya banyak varian ini dimixkan dengan susu, gula. Sementara Arabika, biji kopi yang subur di ketinggian 800 mdpl lebih, kadar asamnya lebih tinggi. Biasanya dimix dengan 70/30 ada juga 50/50 antara Robusta dan Arabika. Tergantung selera, juga tergantung lepaunya, mencari pelanggan,” Yoga Pratama, seorang peserta workshop Barista.

“Dalam Festival Keberagaman Kopi, kita banyak mendapat, baik pengetahuan juga jejaring.” tambah Anggun, satu-satunya barista perempuan.

“Saya suka dengan adanya Festival Keberagaman Kopi ini, rasa penasaran saya terobati, di samping itu pengetahuan akan kopi, bertambah. Apalagi ragam kopi lokal, saya jadi mengetahui jenis, variannya.” Terang David pengunjung dan penikmat kopi.

Festival Keberagaman Kopi ditutup dengan beberapa demo dari Barista-Barista yang akan mengeluarkan ragam aroma kopi Sumbar. Mulai dari aroma lokal maupun aroma yang telah dimodifikasi.

“Ada beberapa kendala dalam merosting kopi, bagi peserta, bisa saja disebabkan oleh musim, durasi penjemuran, pemisahan biji hitam yang tidak telaten, sehingga mengakibatkan cita rasa terganggu. Permasalahan seperti ini yang semestinya kita entaskan dari hulu hingga ke muara. Bagaimana proses kopi bekerja sesuai standar yang ada," kata Allan Arthur, salah seorang juri rasa kopi.

“Dengan adanya ivent-ivent seperti ini, kita sebagai pelaku, bisa terus bersinergi dengan petani lokal, bersama berkembang, menikmati proses, melalui kendala yang ada, baik dari hulu maupun muara, seperti kopi yang selalu diseduh dengan sepenuh hati. Dan semakin menyakini bahwa kopi kita akan mendapat tempat di Nusantara bahkan dunia” ungkap Mukhtar Dahari, pemenang Kategori Arabika, juga owner Kopi Minang Singgalang.

Load More