Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Senin, 08 Maret 2021 | 17:57 WIB
Aksi demonstrasi desakan penuntasan kasus dugaan korupsi dana Covid-19 Sumbar. [Suara.com/B. Rahmat]

SuaraSumbar.id - Polemik penyelewengan dana Covid-19 Sumbar masih terus bergulir. Kali ini, ratusan massa menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Sumatera Barat, Senin (8/3/2021).

Mereka menuntut agar Kepala BPBD Sumbar, Erman Rahman dicopot dari jabatannya. Sebab, dugaan penyelewengan yang mencapai Rp 4,9 miliar itu disebut-sebut menyeret nama istri Kepala BPBD Sumbar dan anggaran itu memang dicairkan melalui BPBD Sumbar.

Aksi tersebut dilakukan massa gabungan dari Pergerakan Milenial Minang (PMM), Ganda NKRI, Ampera Sumbar, Garda Empat Pilar (Gelar) Nusantara, dan Mahasiswa Piaman Lingkaran.

Dari pantauan SuaraSumbar.id, ratusan polisi tampa berjaga-jaga mengantisipasi kericuhan demonstrasi. Massa sampai sekitar pukul 14.30 WIB di kantor BPBD Sumbar.

Baca Juga: Pendemo Ini Awalnya Berapi-api saat Orasi, Ujungnya Malah Bikin Ngakak

Setelah itu, mereka bertolak ke depan kantor Gubernur Sumbar dan mulai menyampaikan orasinya dan meminta gubernur keluar menemuinya untuk mediasi.

Karena tak ditanggapi, massa kemudian bertolak ke depan Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sumbar. Disana, mereka kembali berorasi dan meminta pihak kepolisian terus mengusut kasus tersebut.

"Kami minta pemerintah provinsi mengusut tuntas dugaan penyelesaian dana Covid-19 Sumbar," kata salah satu orator.

"Tangkap maling. Tangkap maling," sambut riuh perserta aksi lainnya.

Dalam orasinya, peserta aksi juga meminta kepala BPBD Sumbar dicopot dan mengusut secara tuntas dugaan korupsi yang dilakukan oknum yang terlibat.

Baca Juga: Dugaan Penyelewengan Dana Covid-19, Anggota DPR RI Minta Usut Tuntas

Koordinator Aksi, Fikri Haldi mengatakan, kasus dugaan korupsi ini meski terus dikawal dan disuarakan. Mengingat uang yang diselewengkan menyangkut masyarakat Sumbar.

"Kami menuntut kepada pihak berwenang untuk mencari aliran-aliran dana tersebut. Karena 4,9 miliar itu adalah hak masyarakat," imbuhnya.

Hingga berita ini diterbitkan, aksi demo masih berlangsung didepan Mapolda Sumbar dan belum ditanggapi pihak terkait. Sementara Mobil Mengurai Massa (Raisa) tampak dikerahkan ke lokasi demo.

Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Sumbar juga mendesak dugaan penyelewengan dana Covid-19 Sumbar diproses secara hukum. Pihak Ombudsman menilai, temuan tersebut bukan saja menyangkut maladministrasi, namun sudah mengarah ke tindakan korupsi.

Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar, Yefri Heriani mengatakan, temuan dugaan penyelewengan dana Covid-19 Sumbar yang terungkap dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Sumbar ini, sudah saatnya masuk ke ranah hukum.

"Jika membaca LHP dan menyimak sidang-sidang Pansus DPRD Sumbar soal anggaran Covid-19 ini, maka nampak sekali ada indikasi untuk mengambil kesempatan dengan dalih kedaruratan," kata Yefri Heriani dalam siaran persnya yang diterima SuaraSumbar.id, Rabu (3/3/2021).

Ombudsman Sumbar menduga, terjadinya dugaan penyelewengan ini sudah berawal dari niat jahat sejak awal. Apalagi, penyaluran proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) terindikasi melibatkan keluarga besar oknum pejabat Pemprov Sumbar.

"Ini bukan hanya soal penyimpangan pelayanan publik atau maladministrasi dalam pengadaan barang dan jasa. Namun diduga kuat ini sudah korupsi," katanya.

Hal itu juga ditegaskan Kepala Keasistenan Pencegahan Ombudsman Perwakilan Sumbar, Adel Wahidi. Menurutnya, dugaan ini harus lebih cepat diproses hukum. Sebab ini menyangkut rasa keadilan terhadap publik di tengah derita Covid-19.

Adel menegaskan, dugaan penyelewengan ini sudah terang. Dia berharap penegak hukum bisa menuntaskan kasus ini sampai ke akar-akarnya. Serta menemukan para pihak terlibat yang mungkin belum tergambar dalam LHP BPK.

"Biasanya, kejahatan seperti ini bukan kerja sendiri-sendiri. Belum lagi, aliran dananya. Bisa saja ngalir kemana-mana," tuturnya.

Bantahan Kepala BPBD Sumbar

Untuk diketahui, DPRD Sumbar membentuk pansus untuk menyelidiki dugaan penyelewengan dana Covid-19 Sumbar tahun 2020. Hal ini mencuat setelah adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Wakil Ketua Pansus DPRD Sumbar, Novrizon mengatakan, dugaan penyelewengan itu berkaitan dengan pengadaan cairan pembersih tangan atau handzanitizer.

Menurut Novrizon, dari temuan LHP BPK, dana tersebut diberikan ke Pemprov Sumbar sebesar Rp 160 miliar di tahun 2020 untuk penanganan Covid-19. Dari temuan BPK, ada indikasi penyelewengan sekitar Rp 49 miliar.

Hanya saja, kerugian negara yang jelas ditemukan baru sekitar Rp4.847.000.000. Hal ini didapati dari LHP BKP soal pemahalan harga untuk handsanitizer ukuran 100 mililiter dan 50 mililiter.

Novrizon juga membocorkan bahwa perusahaan rekanan yang mendapatkan proyek tersebut membuat batik. Namun, malah mengadakan handzanitizer. Pihaknya menemukan kejanggalan soal harga handsanitizer yang mencapai Rp 35 ribu per botolnya.

Pansus DPRD Sumbar juga telah memanggil 10 rekanan yang terlibat dalam pengadaan barang-barang kesehatan yang diperlukan saat masa pandemi itu.

Menanggapi hal itu, Kepala BPBD Sumbar, Erman Rahman, membantah terjadi penyelewengan tersebut.

"Tidak ada penyimpangan, soal indikasi oleh Pansus DPRD itu sudah tertulis dan kegunaannya sudah jelas. Di Buku Kas Umum (BKU) sudah ada rinciannya," kata Erman Rahman, dikutip dari Covesia.com - jaringa Suara.com, Rabu (24/2/2021).

Erman mengatakan, jika Pansus DPRD Sumbar mengindikasikan sebesar Rp 49 miliar, tentu ditemukan kerugian negara dan berarti harus dikembalikan.

"LHP sudah keluar, itu cuma klarifikasi, itu bisa dilihat penggunaan 49 miliar itu," katanya.

"Dalam keadaan extraordiniary atau luar biasa itu kan kita tidak diatur secara resmi dan SOP serta petunjuk teknis tak ada. Kita disuruh bekerja dan menyiapkan. Ini kita lakukan," sambungnya lagi.

Untuk yang sudah ditemukan LHP BPK senilai Rp 4,9 miliar tentang adanya kenaikan harga barang, Erman menilai wajar. Sebab waktu itu barang sangat sulit dan permintaan tinggi.

"Yang kami terima itu untuk Covid-19 Rp 150 miliar, termasuk untuk karantina. BKU merupakan bukti pengeluaran untuk apa saja uang itu digunakan," katanya.

Kontributor : B Rahmat

Load More