SuaraSumbar.id - Ahli geologi dan vulkanologi, Ade Edward, menduga bahwa erupsi Gunung Marapi yang berada di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar), dipicu oleh tingginya intensitas curah hujan yang menghujani dapur magma gunung api tersebut.
"Ini pengaruh dari tingginya aktivitas magma gunung api yang bertemu langsung dengan curah hujan selama beberapa waktu terakhir," kata Ade Edward, Rabu (21/8/2024).
Menurut Ade Edward, letusan gunung api yang memiliki ketinggian 2.891 meter di atas permukaan laut (mdpl) tersebut merupakan tipe freatik. Artinya, adanya aktivitas air yang jenuh di kawasan kawah gunung, kemudian bertemu langsung dengan dapur magma, sehingga memicu erupsi.
Apalagi, sambung Ade Edward, selama beberapa hari terakhir hujan terus mengguyur di sekitar kawasan gunung api tersebut. Akumulasi air di dapur magma kemudian melepaskan tekanan ke permukaan, yang pada akhirnya menyebabkan letusan.
"Jadi, ini terkait dengan kandungan air di puncak gunung api itu," tambahnya.
Meskipun status Gunung Marapi sudah diturunkan dari level siaga menjadi waspada per 1 Juli 2024 oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Ade Edward menegaskan bahwa ancaman erupsi masih ada.
Masyarakat yang bermukim di sekitar gunung api tersebut diimbau untuk terus meningkatkan kewaspadaan, karena gunung ini bisa kembali meletus sewaktu-waktu.
Berdasarkan laporan dari Pos Pengamatan Gunung Api, Gunung Marapi kembali mengalami erupsi pada Rabu siang pukul 12:40 WIB. Meskipun tinggi kolom abu tidak teramati, erupsi tersebut terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 30 milimeter dan durasi sekitar 48 detik.
PVMBG merekomendasikan masyarakat, pengunjung, dan wisatawan untuk tidak mendekati atau beraktivitas dalam radius tiga kilometer dari pusat aktivitas Gunung Marapi, khususnya di Kawah Verbeek, guna menghindari risiko lebih lanjut. (Antara)