SuaraSumbar.id - Wacana mengenai kemungkinan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bergabung dengan koalisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tampaknya menemui sejumlah kendala.
Terutama karena adanya perseteruan bersejarah antara Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ketua Partai Demokrat yang juga merupakan bagian dari koalisi tersebut.
Jerry Massie, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S), menjelaskan bahwa perseteruan antara Megawati dan SBY telah berlangsung lama, sejak masa kepemimpinan SBY sebagai Presiden ke-6 Indonesia.
“Sejak SBY naik tahta, hubungan antara Mega dan SBY mulai renggang," kata Jerry dalam keterangan, Senin (15/4/2024).
Dia menambahkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan SBY untuk mendekati Megawati, seperti mengundangnya dalam peringatan Kemerdekaan Indonesia di Istana Negara, tidak pernah mendapatkan respons positif.
“Mega masih belum move on pada SBY," ungkap Jerry, menggambarkan ketegangan yang masih berlangsung antara kedua tokoh tersebut.
Kondisi ini diperparah dengan kedekatan yang terjalin antara SBY dan Prabowo, yang semakin menghalangi kemungkinan PDIP untuk mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
“Dengan kedekatan SBY dan Prabowo saat ini, bisa membuyarkan asa Megawati untuk mendukung Prabowo-Gibran,” terang Jerry.
Lebih lanjut, Jerry berpendapat bahwa situasi bisa berbeda jika posisi Wakil Presiden dalam pemerintahan Prabowo diisi oleh tokoh dari PDIP seperti Puan Maharani atau Ganjar Pranowo.
“Kalau Puan dan Ganjar yang jadi wapresnya Prabowo, peluang Mega berafiliasi cukup terbuka,” kata Jerry.
Menurut Jerry, sementara Megawati tidak memiliki masalah pribadi dengan Prabowo, keberadaan SBY dalam koalisi menjadi penghalang utama bagi PDIP untuk bergabung.
Ini menunjukkan kompleksitas hubungan politik lintas partai yang dapat mempengaruhi dinamika pemerintahan Indonesia.
Kontributor : Rizky Islam