SuaraSumbar.id - Belasan orang Pekerja Seks Komersil (PSK) hingga pelaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) terjaring razial Satpol PP Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar). Mereka ditangkap dalam kurun waktu dua bulan terakhir.
PSK dan penyakit masyarakat lainnya itu ditertibkan untuk menciptakan ketentraman di tengah masyarakat. Hal itu berlandaskan aturan daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Ketentraman Dan Ketertiban Umum.
Kepala Satpol PP Bukittinggi, Joni Feri mengatakan, Satpol PP punya tugas pokok dan fungsi sebagai penegak Perda, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.
”Filosofi Adaik Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah (ABSSBK) menjadi dasar dari instruksi Walikota supaya Satpol PP fokus dalam menangani penyakit masyarakat yang ada di Kota Bukittinggi," katanya, Senin (6/11/2023).
Menurutnya, pelaksanaan razia rutin dilakukan setiap malam dan meminta masyarakat ikut berpartisipasi dalam memerangi penyakit masyarakat ini.
“Kami melakukan kegiatan razia hampir setiap malam, dan mohon juga bantuan dan partisipasi dari masyarakat bagaimana bersama-sama memerangi penyakit masyarakat demi Kota Bukittinggi yang kita cintai ini," katanya.
Operasi penertiban dilakukan petugas di beberapa hotel dan penginapan kelas melati dan rumah kos yang dicurigai sebagai lokasi transaksi Pekat di Bukittinggi.
Peraturan Daerah Kota Bukittinggi Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Ketentraman Dan Ketertiban Umum terkait penyakit masyarakat ini mencakup beberapa aturan yang dituangkan ke beberapa pasal
Antaranya, Pasal 20 ayat 1 yang menyatakan setiap orang dilarang melakukan perbuatan zina dan/atau mendekati perzinaan di tempat-tempat umum, objek wisata, penginapan, rumah kos serta di tempat-tempat lainnya.
Ayat dua menyatakan setiap orang dilarang melakukan kegiatan pelacuran,dengan berlaku sebagai PSK, lelaki hidung belang atau sebagai perantara.
Selanjutnya, setiap orang dilarang menyediakan warung remang-remang, salon kecantikan, panti pijat, atau sarana dan prasarana lainnya yang digunakan sebagai tempat perbuatan asusila.
Sementara di ayat empat dan lima dinyatakan setiap orang atau badan dilarang membentuk dan atau mengadakan perkumpulan yang mengarah pada perbuatan asusila serta Hotel, penginapan, warung-warung, dan/atau warung remang-remang dilarang menyediakan wanita dan atau laki-laki sebagai pemuas nafsu birahi.
Terakhir di pasal 21 ditegaskan bahwa setiap orang dilarang berlaku sebagai Waria yang melakukan kegiatan mengganggu ketentraman dan ketertiban dengan berkeliaran di tempat-tempat umum seperti taman, jalan dan fasilitas umum lainnya serta melakukan kegiatan pelacuran. (Antara)