Ciptakan Tinta Pemilu 2024 dari Gambir, Universitas Andalas Berpotensi Raup Royalti Rp 4 Miliar

Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) berpeluang dapat royalti Rp 3-4 miliar hasil pembuatan tinta untuk Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024.

Riki Chandra
Jum'at, 27 Oktober 2023 | 14:38 WIB
Ciptakan Tinta Pemilu 2024 dari Gambir, Universitas Andalas Berpotensi Raup Royalti Rp 4 Miliar
Akademisi sekaligus Direktur Kerja Sama dan Hilirisasi Riset UNAND Dr. Eng Muhammad Makky. [Dok.Antara/Muhammad Zulfikar]

SuaraSumbar.id - Universitas Andalas (Unand) Sumatera Barat (Sumbar) berpeluang dapat royalti Rp 3-4 miliar hasil pembuatan tinta untuk Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 yang bekerja sama dengan PT Kudo.

"Sekitar 15 hingga 20 persen royalti masuk ke Unand dari harga bruto pengadaan tinta pemilu serentak," kata Direktur Kerja Sama dan Hilirisasi Riset Unand, Dr Eng Muhammad Makky, Jumat (27/10/2023).

Saat tender tinta tersebut dilakukan, Unand berhasil mendapatkan pengalokasian 60 persen tinta pemilu secara nasional. Angka itu tergolong tinggi karena awalnya Unand hanya menargetkan sekitar 10 persen.

Makky menjelaskan, tinta pemilu hasil inovasi Unand punya tingkat komponen dalam negeri (TKD) yang tergolong tinggi yakni mencapai 90 persen.

Baca Juga:Wagub Sumbar Klaim 40 Ribu Enterpreneur Baru Muncul Sejak 2021, Butuh Peran Perantau Kembangkan Industri Kerajinan

"Bahan baku dan lain sebagainya 90 persen merupakan buatan dalam negeri," katanya.

Selain memiliki TKD tinggi, harga tinta pemilu hasil karya inovasi anak bangsa tersebut juga lebih murah jika dibandingkan dengan tinta yang menggunakan bahan baku impor.

Perbedaan atau selisih harga tersebut dikarenakan 90 persen bahan baku berasal dari dalam negeri, terutama gambir yang dikumpulkan dari petani-petani di Provinsi Sumatera Barat.

Dengan memproduksi tinta pemilu yang menggunakan gambir asal Ranah Minang, Unand bersama pihak terkait secara tidak langsung telah membantu proses hilirisasi tanaman gambir yang selama ini diimpor ke India.

Dosen Terima 60 Persen Hak Royalti Hasil Inovasi

Baca Juga:Kementerian PUPR Minta Pemprov Sumbar Kebut Penyelesaian Masalah Pembangunan Jalan Tol Padang-Pekanbaru

Terpisah, setiap dosen atau inventor yang berhasil menciptakan inovasi dan dikomersialisasikan maka berhak mendapatkan 60 persen royalti serta Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Selain HKI, setiap dosen (inventor) juga mendapatkan hak royalti dari produk yang dihasilkan tersebut sebesar 60 persen. Sementara 40 persen menjadi milik perguruan tinggi," kata Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unand, Uyung Gatot S Dinata.

Ia mengatakan pembagian royalti dan pengaturan tentang HKI tersebut telah diatur berdasarkan peraturan di tingkat kementerian. Selain itu persentase 60 persen royalti pada inventor karena usahanya dinilai lebih banyak dibandingkan kampus.

"Jadi, satu invensi dari hasil riset itu bisa dua pemilik HKI dan dua pembagian royalti," ujarnya.

Uyung menjelaskan dalam menjalankan sebuah riset yang ditujukan untuk menciptakan sebuah inovasi, perguruan tinggi akan menyiapkan modal, infrastruktur, dan lain sebagainya. Oleh karena itu pihak kampus juga mempunyai porsi HKI dan royalti dari temuan inventor.

Saat ini, Unand tercatat mengajukan 1.519 permohonan paten dan pencatatan ciptaan pada 2022. Rinciannya 47 pencatatan paten terdaftar, 274 paten sederhana, 897 hak cipta, 298 desain industri, dan tiga merek.

Keseluruhan paten dan ciptaan tersebut berasal dari hasil-hasil penelitian dan pengabdian dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan, yang dikelola Pusat Kekayaan Intelektual dari LPPM Unand.

Rektor Unand Prof Yuliandri mengatakan, hingga saat ini perguruan tinggi itu telah menghasilkan sedikitnya 18 teknologi inovasi dari bahan baku gambir khususnya senyawa "marker" (pewarna) untuk kebutuhan berbagai industri, termasuk tinta pemilu.

Prof Yuliandri menerangkan, sebagian besar zat warna yang dibutuhkan industri di dalam negeri masih diimpor dengan jumlahnya yang mencapai 42.000 ton per tahun. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

lifestyle | 13:50 WIB
Tampilkan lebih banyak