SuaraSumbar.id - Pemerintah Kota (Pemkot) Padang didesak memberikan ruang untuk iklan rokok. Desakan itu disampaikan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) Sumatera Barat (Sumbar).
Ketua Dewan Pertimbangan P3I Sumbar, Deni Masriyaldi mengatakan, dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 24 Tahun 2012, sudah diatur tentang kawasan tanpa rokok, namun harus dipastikan mana kawasan yang boleh ada iklan rokok dan mana yang tidak.
"Sampai saat ini aturan itu tidak jelas. Pemkot Padang cenderung melarang semua kawasan tanpa iklan rokok sejak Perda itu efektif dijalankan," kata Deni Masriyaldi kepada wartawan, Sabtu (11/3/2023).
Buntut dari ketidakjelasan itu, kata Deni, perusahaan rokok enggan untuk beriklan di Kota Padang. Hampir tidak ada iklan rokok sejak 2016 hingga saat ini.
Baca Juga:Pengurus Daerah P3I Sumbar Dikukuhkan, Ketua: Jangan Saling Sikut, Apalagi Membunuh Usaha
"Dari tahun itu juga, hampir tidak ada kegiatan konser dilaksanakan di Padang dengan sponsor iklan rokok. Mereka sebenarnya mau beriklan, tapi karena tidak jelas ini, mereka jadi enggan dan memilih kota lain," kata Deni.
Menurutnya, aturan tentang iklan rokok dan kawasan tanpa rokok sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Aditif Berupa Produk Tembakau.
"Harusnya Pemkot Padang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah itu sehingga ada kejelasan soal aturan iklan rokok ini," kata Deni.
Tanpa iklan rokok, kata Deni, sejumlah kegiatan besar seperti konser musik menjadi jarang digelar di Padang. Padahal, potensi perputaran uang dari konser musik itu sangat besar.
"Kalau ada kegiatan konser musik, semuanya hidup. Pajak retribusi, pedagang kaki lima, UMKM, dan masih banyak lagi bergairah karena adanya kegiatan besar itu," kata Deni.
Baca Juga:Bakal Segera Dilantik, Ini Target Pengurus P3I Sumbar Periode 2022-2026
Deni juga heran dengan klaim pendapatan pajak reklame di Padang terus meningkat tanpa iklan rokok. "Dulu nilai pajaknya rendah, sekarang tentu lebih besar. Dulu satu iklan reklame itu Rp 1,2 juta, kalau sekarang Rp 20 juta. Jadi wajar naik dong," kata Deni.
Deni menyebutkan kalau iklan rokok diperbolehkan maka akan ada penambahan signifikan dari pendapatan pajak reklame di Padang. "Tujuh puluh persen bisa naik pendapatan pajak reklame. Saya yakin itu," jelas Deni.
Sementara itu, anggota DPRD Padang Komisi I, Budi Syahrial juga menyorot tentang aturan Kawasan Tanpa Rokok di Padang yang belum dipertegas.
"Perdanya kan sudah ada. Sekarang harus dipertegas dengan Peraturan Wali Kota. Perjelas aturan mana kawasan yang tidak boleh ada iklan rokok dan mana yang tidak," kata Budi.
Kalau ini dipertegas, kata Budi, maka akan ada potensi pemasukan pendapatan asli daerah yang cukup besar dari pajak reklame.
"Potensinya cukup besar bisa Rp 7-10 miliar per tahun. Tapi sekarang itu tidak masuk ke kas Pemkot Padang," kata Budi.
Budi mengakui sejumlah kegiatan besar seperti konser musik bisa kembali ada di Padang jika iklan rokok bisa masuk.
"Yang berani mensponsori konser musik itu kan mayoritas iklan rokok. Kalau konser ada, perputaran uang di Padang akan banyak," jelas Budi.
Menurut Budi, Pemkot Padang tidak boleh diskriminasi terhadap pihak yang pro kepada iklan rokok sebab aturan KTR itu mengatur bukan melarang semua tempat tidak boleh ada iklan rokok.
"Apakah dengan menghentikan iklan rokok, orang berhenti merokok di Padang? Pertumbuhan perokok baru di Padang juga banyak. Jadi rugi kalau tidak diambil pajaknya," kata Budi.