Maelo Pukek, Menjemput Berkah Laut Tanpa Merusak Habitat Ikan

Para nelayan di pantai Padang dan pesisir Sumatera Barat (Sumbar), masih merawat tradisi turun temurun itu sampai hari ini.

Riki Chandra
Jum'at, 09 Desember 2022 | 06:10 WIB
Maelo Pukek, Menjemput Berkah Laut Tanpa Merusak Habitat Ikan
Aktivitas maelo pukek (menarik pukat) nelayan di Pantai Purus, Kota Padang, Sumatera Barat. [Suara.com/Riki Chandra]

Kakek tiga orang cucu itu mengatakan, penjualan ikan pukek sengaja ditakar alias tidak ditimbang. Hal itu menandakan nelayan di pantai Padang tidak mencari kaya. Mereka hanya mencari uang demi melanjutkan hidup.

"Kami berusaha menjaga warisan nenek moyang. Tangkap ikan dengan jaring pukek, hasilnya dijual tanpa ditimbang," katanya.

Di sisi lain, setiap anggota KNKP juga diharuskan mengumpulkan sampah setiap kali maelo pukek. Tidak hanya sampah yang yang tersangkut di jaring pukek, namun juga sampah-sampah yang bertebaran di pinggir pantai. "Selesai mamukek sampah harus dibersihkan. Semua anggota rata-rata sudah disiplin bantu kumpulkan sampah," katanya.

Kebiasaan memungut sampah usai maelo pukek itu juga dibenarkan Risman, Buyung Nasrianto hingga Majid. Menurut mereka, aktivitas tersebut sudah dilakukan tanpa beban. "Kami ambil kekayaan laut, tentu kami ikut membersihkan pinggiran laut dari sampah juga," kata Buyung.

Baca Juga:Punya Program Asuransi Nelayan dan Peningkatan Kesejahteraan, Ganjar Kembali Dapat Dukungan

Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan

Maelo pukek sudah dipastikan sebagai cara menangkap ikan yang ramah lingkungan dan tidak melanggar. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

Tradisi maelo pukek tidak mengambil ikan dalam jumlah yang besar. Jaring tangkapnya pun tidak terlalu kecil, sehingga anak-anak ikan bisa keluar lagi saat masuk ke dalam perangkap ikan.

"Maelo pukek termasuk dalam alat tangkap jaring tarik pantai yang diperbolehkan sesuai pasal 6 ayat 1 huruf b Permen KP. Tidak melanggar dan ramah lingkungan," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Desniarti kepada Suara.com, Selasa (29/11/2022).

Maelo pukek termasuk jenis penangkapan yang terukur. Sebab, penangkapan ikannya terkendali karena dilakukan berdasarkan zona tertentu. Mengendalikan kuota penangkapan ikan dilakukan demi menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungan laut. Hal itu dilakukan untuk memberikan kesempatan berusaha, meningkatkan keadilan dan kesejahteraan bagi para nelayan.

Baca Juga:OMG Jatim Distribusi Peralatan Melaut untuk Nelayan di Pesisir Selat Madura

Desniarti mengatakan, jenis penangkapan ikan yang dilarang juga tertuang jelas dalam Pasal 7 Ayat 1 Peraturan Menteri Kelautan Nomor 18 Tahun 2021.

"Yang dilarang itu penangkapan ikan mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di laut. Contohnya jaring tarik (dogol, pair seine, cantrang, lampara dasar). Kemudian juga jaring hela (pukat hela dasar berpalang) dan sejenis muro ami lainnya," tuturnya.

Tahun 2021, kata Desniarti, produksi perikanan tangkap di Sumbar mencapai 211.930 ton. Sementara itu, ekspor hasil perikanan Sumbar hingga Oktober 2022 mencapai 122.607,7 kilogram. Negara tujuan ekspornya adalah Jepang, Amerika Serikat, Singapura dan Malaysia.

Sepanjang tahun 2022, DPK Sumbar belum pernah melakukan penertiban aksi pencurian ikan. Namun, pihaknya pernah melakukan pemberkasan kasus penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan dengan Satwas Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) di Kota Padang.

"Kasus penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan kami temukan di daerah Air Haji, Kabupaten Pesisir Selatan. Tepatnya di perbatasan laut Sumbar dengan Sumatera Utara," katanya.

Melestarikan Kearifan Lokal

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak