Kecam Penangkapan Tujuh Aktivis Papua, SAFEnet: Menebar Ketakutan dan Kriminalisasi

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengecam penangkapan tujuh aktivis yang dituding polisi telah menggerakkan massa untuk aksi demonstrasi.

Riki Chandra
Kamis, 12 Mei 2022 | 16:25 WIB
Kecam Penangkapan Tujuh Aktivis Papua, SAFEnet: Menebar Ketakutan dan Kriminalisasi
Tangkapan layar dari video amatir, polisi membubarkan paksa aksi tolak DOB-Otsus di kawasan Mega, Waena, Selasa, 10 Mei 2022.[Jubi/Ist]

SuaraSumbar.id - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mengecam penangkapan tujuh aktivis yang dituding polisi telah menggerakkan massa untuk aksi demonstrasi tolak otonomi khusus atau pemekaran provinsi di Papua pada 10 Mei 2022 kemarin.

Kadiv Kebebasan Berekspresi SAFEnet, Nenden Sekar Arum mengatakan, ajakan untuk berdemonstrasi yang disebarkan tujuh orang tersebut di media sosial adalah hak kebebasan berkumpul dan menyampaikan pendapat warga negara.

"Apa yang disampaikan mereka melalui sosmed terkait ajakan berdemo ataupun turun aksi pada 10 Mei itu, dan kita lihat juga bagaimana implementasi UU ITE yang sebetulnya dikeluarkan oleh pemerintah itu sama sekali tidak memenuhi syarat, sehingga teman-teman itu tidak bisa ditangkap," kata Nenden dikutip dari Suara.com, Kamis (11/5/2022).

Dia menjelaskan, dalam pedoman UU ITE dibuat pemerintah bahwa pelanggaran UU ITE pasal 28 ayat 2 hanya bisa disangkakan jika terbukti ada motif menghasut atau mengadu domba yang menimbulkan kebencian dan permusuhan.

Baca Juga:Aksi Tolak Pemekaran Papua Ricuh, KontraS: Aparat Brutal, Negara Tak Handal

"Tapi ekspresi teman-teman Papua ini kemarin untuk melakukan aksi turun ke jalan, saya tidak melihat ada unsur menimbulkan kebencian atau permusuhan, yang disampaikan itu sebuah ekspresi yang muncul dari keresahan," katanya.

Nenden menyebut ini sebagai ancaman bagi masyarakat untuk bersuara menyampaikan pendapat yang semakin dibatasi oleh negara dengan pasal karet UU ITE.

"Meski mereka akhirnya dilepaskan, ini menjadi sinyal yang kuat bagaimana UU ITE menjadi satu motif pemerintah untuk merepresi ekspresi teman-teman di Papua, menebarkan ketakutan dan kriminalisasi," tutup Nenden.

Diketahui, Juru Bicara Petisi Rakyat Papua (PRP) Jefry Wenda ditangkap bersama enam orang lain sebelum aksi demo tolak DOB Papua pada 10 Mei 2022 kemarin.

Kapolresta Jayapura Kota Kombes Gustav R. Urbinas mengatakan mereka ditangkap diduga berkaitan dengan kasus pelanggaran terhadap UU transaksi elektronik atau UU ITE jelang aksi demonstrasi tolak Undang-undang Otonomi Khusus atau tolak pemekaran provinsi di Papua 10 Mei kemarin.

Baca Juga:Seorang Mahasiswa Uncen Diduga Tertembak Peluru Karet Saat Demo Tolak Daerah Otonomi Baru Papua

Mereka ditangkap di Kantor KontraS di Perumnas 4 kelurahan Hedam Kota Jayapura pada Selasa (10/5) pukul 12.35 WIT.

Kapolresta Jayapura Kota Kombes Gustav R. Urbinas mengatakan mereka ditangkap diduga berkaitan dengan kasus pelanggaran terhadap UU transaksi elektronik atau UU ITE jelang aksi demonstrasi tolak Undang-Undang Otonomi Khusus atau tolak pemekaran provinsi di Papua 10 Mei kemarin.

"Dugaan JW melanggar UU ITE karena terkait selebaran atau seruan yang beredar dimasyarakat dirinya mengaku sebagai penanggung jawab atas aksi pada hari ini. Hal itu yang coba kita dalami dalam klarifikasi ini dan kami juga memberikan ruang bagi pendampingan hukum dari pada ke 7 orang tersebut," kata Urbinas.

Kapolresta menambahkan, atas perbuatannya JW dijerat dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Namun, setelah melalui pemeriksaan selama 24 jam di Polresta Jayapura, mereka langsung dibebaskan karena tidak terbukti melanggar UU ITE.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini