SuaraSumbar.id - Aliansi Bukittinggi Peduli menggelar aksi damai ke kantor DPRD Kota Bukittinggi, Sumatera Barat (Sumbar), Senin (23/8/2021). Mereka mendesak agar Peraturan Wali Kota (Perwako) 40/41 yang mengatur soal retribusi pasar dicabut bukan direvisi menjadi Perwako 25/26.
Perwakilan Aliansi Bukittinggi Peduli, Deni Satriadi mengatakan, saat kampanye, masyarakat dijanjikan mencabut Perwako 40/41 terhitung sejak awal dilantiknya Erman Safar menjadi wali kota. Faktanya, perwako itu hanya direvisi menjadi perwako 25/26.
“Ini bukan dicabut namanya namun merevisi, rakyat cuma dijanji-janjikan namun fakta tidak sesuai kenyataan,” katanya, dikutip dari Covesia.com - media jaringan Suara.com.
Menurutnya, Erman Safar dan Marfendi resmi dilantik menjadi wali kota dan wakil wali kota Bukittinggi sejak tanggal 21 Februari 2021. Dengan begitu, sudah enam bulan lamanya mereka menjabat.
Baca Juga:PPKM Level 3 Diperpanjang, Kota Bukittinggi Izinkan Belajar Tatap Muka
Selama menjabat, kata Deni, bukan program kerja yang direalisasikan malah kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan janji dan visi dan misinya.
“Rakyat Bukittinggi sangat kecewa dengan segala kebijakan-kebijakan itu,” katanya.
Ia menyampaikan janji politik untuk mensejahterakan pedagang Bukittinggi dengan mencabut Perwako 40/41 tahun 2018 ternyata meleset dan membuat semua orang geleng kepala dari janji untuk mencabut cuma hanya bisa merevisi pada 6 Agustus 2021 yang nyatanya tidak sesuai dengan janji politiknya.
“Ternyata kota Bukittinggi sama saja seperti zaman orde baru yang kebebasan ekspresi rakyatnya di batasi. Ini sangat jelas sekali terjadi pada 23 Juli 2021 warga kota Bukittinggi dibatasi bersuara. Jika di kaji seluruh kebijakan beliau ini sangat melanggar sumpah janji Walikota dan Wakil Walikota Bukittinggi ketika pelantikan dan kenyataan terjadi adalah instabilitas dan gangguan kinerja kota Bukittinggi,” ungkapnya.
Perwakilan Aliansi Bukittinggi Peduli lainnya, Haikal menyampaikan bahwa kepala daerah saat ini sibuk dengan nepotisme besar-besaran. Di antaranya, digantinya ketua DPRD kota Bukittinggi pada 31 Mei 2021.
Baca Juga:Tiga Kepsek di Kota Bukittinggi Diperiksa Polisi Gegara Diduga Langgar PPKM
“Sibuk mendistribusi orang-orang wali kota ke posisi jabatan pemerintah dan lembaga pemerintah,” tegasnya.
Setidaknya, ada tiga poin utama yang disampaikan Aliansi Bukittinggi Peduli kepada DPRD. Pertama, mendesak mencabut Perwako 40/41 tahun 2018.
Kedua, hentikan kriminalisasi untuk menyelamatkan demokrasi Kota Bukittinggi. Ketiga, status quo pimpinan DPRD kota Bukittinggi dan jangan paksakan kehendak partai pemenang pemilu demi hasrat kekuasaan yang bisa mengancam stabilitas politik dan legislatif kota Bukittinggi anjang umur perjuangan.