SuaraSumbar.id - Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi mencabut telegram ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021 yang berisikan tentang larangan pemberitaan mengenai arogansi dan kekerasan polisi, Selasa (6/4/2021).
Telegram yang ditujukan untuk kegiatan hubungan masyarakat di Polri itu dicabut Kapolri Jenderal Listyo, selang sehari diterbitkan pada Senin (5/4/2021).
Kapolri Jenderal Listyo mencabut telegram pertama melalui surat telegram nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021 tertanggal 6 April 2021. Surat telegram terbaru itu ditandatangani oleh Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono.
"SEHUB DGN REF DI ATAS KMA DISAMPAIKAN KPD KA BAHWA ST KAPOLRI SEBAGAIMANA RED NOMOR EMPAT DI ATAS DINYATAKAN DICABUT/DIBATALKAN TTK," demikian petikan surat telegram kapolri tersebut.
Baca Juga:Kilat! Kapolri Cabut TR Larangan Media Siarkan Arogansi Polisi usai Dikecam
Konsideran telegram itu merujuk pada Undang-undang nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Selain itu, direferensikan pada Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri.
Pencabutan telegram itu juga merujuk pada Peraturan Komisi Penyiaran Nomor 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Pelaku Penyiaran.
Sebelumnya, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo merevisi Surat Telegram berisi larangan media menayangkan kekerasan dan arogansi yang dilakukan oleh aparat.
Revisi yang diminta itu mengarah kepada poin batasan bagi peliputan tindakan kekerasan.
Baca Juga:Polisi Mau Diberikan Hal Baik, Komnas HAM: Media Dikendalikan Kode Etik
Komisioner Kompolnas RI Poengky Indarti melihat Surat Telegram yang dikeluarkan Kapolri tersebut bersifat internal. Namun, ada poin yang memang juga berpengaruh terhadap eksternal.
Dia menganggap poin tersebut membatasi kebebasan pers, akuntabilitas dan transparansi kepada publik. Karena itu, ia berharap ada perubahan pada poin tersebut.
"Kami berharap STR (Surat Telegram) ini direvisi, khususnya poin-poin yang kontroversial membatasi kebebasan pers serta yang menutup akuntabilitas dan transparansi Polri kepada publik agar dicabut," kata Poengky dalam keterangan tertulisnya.
Poengky juga membaca pelarangan lainnya yang tertuang dalam Surat Telegram itu bermaksud untuk menjaga prinsip presumption of innocent guna melindungi korban kasus kekerasan seksual.
"Melindungi anak yang menjadi pelaku kejahatan, serta ada pula untuk melindungi materi penyidikan agar tidak terganggu dengan potensi trial by the press."
Sebelumnya, melalui Surat telegram Nomor: ST/750 / IV/ HUM/ 3.4.5/ 2021 yang ditandantangani Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Argo Yuwono atas nama Kapolri tertanggal 5 April 2021, surat itu ditujukan kepada Kapolda dan Kabid Humas di seluruh Indonesia.
Hal ini dibenarkan Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono. Dia mengklaim pertimbangan diterbitkannya surat telegram itu yakni untuk memperbaiki kinerja Polri di daerah.
Total ada 11 poin utama yang disebutkan dalam surat tersebut, salah satunya, Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis. (Suara.com)