- Diskusi budaya tentang kearifan ekologis masyarakat Pasaman pra-bencana diadakan di Candi Tanjung Medan, 23 November 2025.
- Para ahli memaparkan bahwa peradaban Pasaman kuno berakar pada pemahaman ekologis mendalam dan keseimbangan alam.
- Kearifan leluhur tentang penghormatan terhadap alam bertolak belakang dengan kondisi saat ini, memicu kerentanan bencana.
Di balik aktivitas itu, Taufik melihat leluhur masyarakat Pasaman sebagai kelompok yang memiliki tingkat pengetahuan dan spiritualitas yang tinggi. Mereka menambang emas, memanfaatkan hasil hutan, dan mendapatkan kekayaan dari alam, namun tetap menjaga kesinambungannya. Mereka hidup tanpa konflik dengan harimau sumatera dan menganggap air bukan hanya milik manusia, tetapi milik semua makhluk hidup.
Bagi Taufik, keseimbangan ekologis inilah yang seharusnya ditarik kembali ke masa kini, agar Pasaman tidak sekadar dikenang sebagai peradaban besar masa lalu, tetapi sebagai penuntun guna bertahan di masa depan.
Tidak lama setelah diskusi itu usai, banjir bandang dan longsor datang. Hujan ekstrem memang menjadi pemicu, tetapi daya dukung lingkungan yang melemah memperburuk keadaan. Hulu sungai rusak, tutupan hutan berkurang, dan alih fungsi lahan berlangsung tanpa kendali ekologis. Alam yang dulu menjadi bagian dari sistem kehidupan berubah menjadi kekuatan destruktif.
Ungkapan Faisal dalam diskusi seperti terdengar kembali. Ia mengatakan bahwa Pasaman dibangun sebagai ruang suci karena alamnya dijaga. Dalam pandangan masyarakat masa lalu, manusia tidak akan selamat bila hidup melawan alam.
Kini pertanyaan penting muncul. Apakah kita masih mau belajar dari sejarah. Apakah kita mau membaca kembali pesan yang tersimpan dalam candi, prasasti, arca, dan situs suci.
Atau apakah kita hanya menunggu sampai peringatan berikutnya datang kembali?
Pasaman pernah menjadi kota suci. Pasaman kini menjadi zona rawan bencana. Masa depannya ditentukan oleh cara masyarakat memperlakukan alam mulai hari ini. Karena mungkin yang paling berbahaya bukan curah hujan, bukan tanah longsor, bukan banjir. Yang paling berbahaya adalah lupa bahwa leluhur pernah mengajarkan cara hidup yang selaras dengan alam, dan pesan itu sengaja ditinggalkan untuk dijaga, bukan diabaikan.
Tag
Berita Terkait
-
Pemerintah Didesak Tetapkan Status Bencana Nasional di Sumatera
-
Sekda Padang Panjang: Banyak Warga Berdiam di Rumah Saat Banjir Bandang
-
Kondisi Terkini Jalan Nasional Lembah Anai Padang-Bukittinggi yang Putus Total
-
7 Warga Pasaman Barat Tertimbun Longsor, 1 Orang Selamat!
-
Rumah Warga Hanyut Terseret Luapan Batang Masang Pasaman Barat, 10 Kecamatan Diterjang Bencana!
Terpopuler
- 8 Sepatu Skechers Diskon hingga 50% di Sports Station, Mulai Rp300 Ribuan!
- Cek Fakta: Jokowi Resmikan Bandara IMIP Morowali?
- Ramalan Shio Besok 29 November 2025, Siapa yang Paling Hoki di Akhir Pekan?
- 7 Rekomendasi Sepatu New Balance Diskon 70 Persen di Foot Locker
- 3 Rekomendasi Sepatu Lari Hoka Terbaik Diskon 70 Persen di Foot Locker
Pilihan
-
Jejak Sunyi Menjaga Tradisi: Napas Panjang Para Perajin Blangkon di Godean Sleman
-
Sambut Ide Pramono, LRT Jakarta Bahas Wacana Penyambungan Rel ke PIK
-
Penjarahan Beras di Gudang Bulog Sumut, Ini Alasan Mengejutkan dari Pengamat
-
Kids Dash BSB Night Run 2025 Jadi Ruang Ramah untuk Semua Anak: Kisah Zeeshan Bikin Terharu
-
Profil John Herdman, Pesaing Van Bronckhorst, Calon Pelatih Timnas Indonesia
Terkini
-
Pasaman: Dari Kota Suci ke Zona Rawan Bencana, Apa Kita Sudah Diperingatkan Sejak Lama?
-
Bencana Sumbar Diduga Dipicu Pembalakan Liar, Gubernur Mahyeldi Desak Evaluasi Tata Kelola Hutan!
-
Update Korban Bencana Sumbar: 132 Orang Meninggal Dunia, 118 Belum Ditemukan!
-
Curhat Wagub Sumbar ke Titiek Soeharto Saat Kunjungi Korban Banjir Bandang, Warga Krisis Air Bersih!
-
Galaxy S25 FE, Editing Foto Super Cepat dengan Gemini AI