“Maka tidak heran bila sistem kepercayaan dan sistem masyarakat dipengaruhi oleh Hindu dan Budha,” terangnya.
Jika dua pembicara sebelumnya, menekankan bagaimana melihat Budaya Karo, Metron melihat kedalaman pertunjukan. Mulai dari metode sinematografi teater hingga investigasi mendalam tentang kisi-kisi tradisi yang bisa dilesapkan dalam pertunjukan.
“Apa yang dilakukan ‘Tendi Karo Volkano”, seperti meletakkan arkeologi, antropologi, geologi (termasuk geomorfologi) dan budaya dalam satu meja. Kita tak bisa menepikan salah satu hanya untuk mendapat narasi. karena kepincangan akan lahir justru dengan menutup satu mata,” ujar Sutradara Ranah PAC ini.
Katanya, sudah saatnya ada, pergerakan masyarakat,yang mesti mengubah sudut menjadi titik,
mengubah pandang menjadi pijak yang selama ini terlalu mengeras untuk dijadikan kebenaran tunggal.
Lintas ilmu, disipilin seni juga menjadi satu daya yang akan memberikan manfaat selain membawa bekas lahar ke bawah mikroskop. Mengubah arsip kertas untuk dijadikan wacana.
“TENDI … ingin memperlihatkan sekaligus mengajak tak hanya melihat pucuk gunung, tetapi basa tanah yang melahirkan dendang, tarian dan mancak.” ucapnya.
Metron melihat, Teks yang dijunjung TENDI KARO VOLKANO (TKV) setidaknya berkisar pada dua hal; enam gunung dan Perlanja Sira. Pengikatnya garam, agen dan mantra. Teks-teks kecil juga bersileweran seperti geokultur wisata. Kemudian, dibungkuslah semuanya dengan Sinematografi Teater.
Istilah ini ikut dipermasalahkan. “Kenapa tidak Teater Sinematik atau Live-Cinema?” tanyanya. Ia kemudian merujuk pada metode kerja Brad Jennings dan Steven Maxwell di Selandia Baru. Keduanya membuat 14 pertunjukan yang mereka adakan selalu berada dalam ruangan. Sinematik menghukumi dirinya dengan ruang gelap agar bisa menyoroti ide yang lewat layar putih yang terkembang. Mereka telah merancang pengembangan kreatif yang komprehensif pada proses produksi dengan mengintegrasikan video panggung dan pertunjukan yang mereka ajarkan kepada pendidik seni dan siswa sehingga mereka dapat mempraktikkan konvensi dan elemen yang mereka gunakan.
Dalam sesi diskusi, Lestari mengajukan pertanyaan penting, “Adakah padanan pertunjukan ini? Atau adakah perbandingan dari pertunjukan sebelumnya?”
Metron menjawab, belum menemukan.
Berita Terkait
-
Melihat Proses Evakuasi Harimau Sumatera Pemakan Ternak di Agam
-
Jadwal Buka Puasa Kota Padang Hari Ini, 8 Maret 2025
-
Kolaborasi Seni dan Fashion di Bulan Ramadhan: Hadirkan Scarf hingga Mug Karya Seniman Disabilitas
-
Gindring Waste: Tengkorak, Kritik Sosial, dan Kegelisahan Seniman di Tengah Intimidasi
-
Panasonic-GOBEL ART with HEART Resmi Digelar, Wujud Nyata Inklusivitas dalam Dunia Seni
Terpopuler
- Ditahan Atas Dugaan Pemerasan, Beredar Rekaman Suara Reza Gladys Sebut Mail Syahputra Tolak Transferan
- Full Ngakak, Bio One Komentari Pengangkatan Ifan Seventeen Jadi Dirut PT Produksi Film Negara
- 3 Alasan yang Bikin Ustaz Derry Sulaiman Yakin Denny Sumargo, Hotman Paris dan Willie Salim Bakal Mualaf
- Jebloskan Nikita Mirzani ke Penjara Reza Gladys Sempat Disebut Cocok Gabung Gen Halilintar
- Ifan Seventeen Tiba-Tiba Jadi Dirut PFN, Pandji Pragiwaksono Respons dengan Dua Kata Menohok
Pilihan
-
Biasa Blak-blakan, Ahok Takut Bicara soal BBM Oplosan Pertamina: Ada yang Saya Enggak Bisa Ngomong
-
Catat Lur! Kedubes Kerajaan Arab Saudi dan Pemkot Solo Akan Gelar Buka Bersama Sepanjang 2,7 Kilometer
-
BYD M6 dan Denza D9 Jadi Mobil Listrik Terlaris di Indonesia pada Februari
-
Tiga Seksi Tol Akses IKN Ditargetkan Rampung 2027, Ini Rinciannya
-
7 Rekomendasi HP 5G Murah Mulai Rp 2 Jutaan Terbaru Maret 2025
Terkini
-
Jalan Tol Padang-Sicincin Dibuka Saat Mudik Lebaran 2025, Ini Penjelasan Hutama Karya
-
Kejar-kejaran dengan Polisi, Kurir Ganja 26 Kg Diringkus di Pasaman Barat, 1 Pelaku Residivis!
-
Daftar 7 Kapolres Baru di Polda Sumbar, Lengkap dengan 10 PJU Baru!
-
Kronologi Anggota Satpol PP Padang Tewas Ditabrak Mobil di Pariaman
-
Kamera Galaxy S25 Ultra-Galaxy AI Terbaru Hasilkan Foto Arsitektur Epik