Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Senin, 05 Agustus 2024 | 11:42 WIB
Seninam Sumatera Barat, S. Metron Masdison. [Dok.Istimewa]

Meski terkesan seram, gunung api menumbuhkan kehidupan. Selain air, panas bumi bisa dialihkan jadi tenaga listrik. pariwisata mendapatkan hulunya dengan pemandangan yang menakjubkan.

Ir. Jonathan Tarigan sampai berpuisi demi menggambarkan Tanah Karo yang indah.

O Taneh Karo taneh simalem
Senyum dalam penciptaan-Mu
Engkaulah tanah nan harmoni
Taneh Karo Taneh Simalem

Rasyidin kemudian melihat situasi dengan memunculkan pertanyaan, “Apa peluang dari gunung api ini untuk Tendi Karo Volkano?”

Ir. Jonathan Tarigan kemudian memberi rekomendasi dengan menyebut Desa Tongging, Siosar, Lingga sampai ke Puncak DP. Tim Residensi kemudian menyisir seluruh rekomendasi itu.

Sementara, Dr. Julianus Limbeng mengarahkan diskusi pada peradaban. Ia membagi Manusia karo dalam tiga zaman; Pra sejarah, zaman Hindu-Budha dan kerajaan Haru.

“Karena untuk keberadaan kerajaan Haru masih menjadi diskusi; kapankah kerajaan ini muncul. Etnis Karo merupakan percampuran dari ras Proto Melayu dengan ras Negroid (negrito).
Percampuran ini disebut umang,” terangnya.

Hal ini terungkap dalam Legenda Kerajaan Aji Nembah. Akisah, Puteri dari Raja Aji Nembah dinikahi oleh Raja Umang yang berdiam di Gunung Sibuaten. Jejak kisah ini terekam di Situs Palas Si Pitu Ruang, Desa Aji Nembah, yang menceritakan asal muasal Rumah Adat Karo. Umang tinggal dalam gua dan sampai sekarang masih dapat dilihat bekas-bekas kehidupannya di beberapa tempat.

Pada abad ke-1 Masehi terjadi migrasi orang India Selatan yang beragama Hindu ke Indonesia termasuk Sumatera. Mereka memperkenalkan aksara Sansekerta dan Pallawa dan agama Hindu.

Pada abad ke-5 Masehi terjadi pula gelombang migrasi India yang memperkenalkan agama Budha dan tulisan Nagari. Tengku Lukman Sinar menyatakan bahwa Tulisan Nagari akan menjadi cikal aksara Batak, Melayu, dan Jawa kuno.

Load More