Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Sabtu, 13 Juli 2024 | 21:39 WIB
Aktivitas jelang Festival Maek. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Hampir 40 tahun lalu, para arkeolog telah melakukan ekskavasi atau penggalian di Situs Menhir Bawah Parit, Maek, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar). Penggalian tim dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional bersama Bidang Muskala Kanwil Pendidikan dan Kebudayaan Sumbar itu, berhasil menemukan 7 rangka manusia yang dikubur di bawah menhir-menhir Bawah Parit.

Selama 40 tahun itu pula tak ada tidak lanjut berarti dari temuan 7 rangka manusia di Maek itu. Tak ada rancangan penelitian lanjutan yang mendalam dan serius terhadap temuan tersebut. Kemudian, tak ada dorongan kuat untuk meneliti peradaban kuno Maek secara lebih mendalam dan luas.

Secara tersirat, Maek "ditelantarkan" dalam gelanggang penelitian arkeologi Indonesia, apalagi dunia. Lembah tempat berdiamnya ratusan menhir dengan berbagai tipe, ukuran, dan pola ukir, seperti kurang menarik untuk dijadikan lahan penelitian arkeologis.

Begitu banyak pertanyaan tentang peradaban kuno Maek. Siapakah mereka sebetulnya? Bagaimana struktur sosialnya? Apa kaitannya dengan kebudayaan Minangkabau? Bagaimana posisinya di antara peradaban-peradaban kuno di Indonesia dan dunia? Berapa umur peradaban itu?

Sejak 2023 lalu, muncul keinginan dari kalangan masyarakat, pemerintah, DPRD, serta masyarakat Maek sendiri, untuk betul-betul mendudukkan pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Dinas Kebudayaan Sumbar didukung Ketua DPRD Sumbar, Supardi, membentuk tim ahli untuk mengumpulkan kembali data-data arkeologis terdahulu, terutama 7 rangka manusia Maek.

Tim ahli itu kemudian bekerjasama dengan lembaga penelitian seperti BRIN, UGM, Labor Unpad, melakukan penelitian ulang atas 7 rangka manusia Maek itu. Tak hanya penelitian ulang, penelitian uji karbon dan tes DNA juga tengah dilakukan bekerjasama dengan Universitas Adelaide, Australia.

Di samping itu, Dinas Kebudayaan juga membentuk tim feasibility study, untuk mengkaji kawasan Maek dari berbagai sisi. Tim ini berhasil sejumlah temuan baru terkait menhir Maek, mulai dari tipologi hingga pola ukir yang selama ini belum dikenali. Mereka juga ‘menemukan’ sejumlah situs baru di Maek.

Temuan baru serta perkembangan penelitian tentang Maek itulah yang akan dibentangkan kepada publik dalam diskusi dan pameran pra-Festival Maek. Dimulai Minggu 14 Juli hingga Selasa 16 Juli 2024.

“Beberapa temuan baru dan hasil riset laboratorium dan penelitian lapangan di Maek, akan didiskusikan dan dipamerkan kepada khalayak,” kata Direktur Program Festival Maek, Robby Satria, Sabtu (13/7/24).

Temuan-temuan tersebut, lanjut Robby, menambah data tentang peradaban kuno Maek. “Data-data ini akan berguna untuk penelitian mengenai peradaban Maek ke depannya," katanya.

Robby menjelaskan soal hasil uji analisis odontologi forensik dan arkeo-odontologi secara radiograf 3D (CBCT) terhadap 4 rangka manusia Maek yang diekskavasi pada 1986 lalu.

Dari analisis di laboratorium arkeo-odontologi forensik, Fakultas Kedokteran Gigi Unpad itu, diketahui umur, ras, serta jenis kelamin 4 rangka manusia Maek itu.

“Data terbaru ini mengoreksi data sebelumnya dari tahun 1986,” kat Penggiat Budaya Kemdikbudristek itu.

“Ini adalah kemajuan luar biasa, setelah terhentinya penelitian serius terhadap rangka-rangka tersebut sejak digali," sambungnya lagi.

Dalam pameran bertajuk “Membentangkan Maek: Pameran Hasil Riset dan FGD Maek” itu, salah satu rangka manusia Maek juga turut dipamerkan kepada publik. Ini adalah kali pertama rangka itu ‘pulang’ ke asalnya.

Pameran ini akan dibuka pada Minggu pagi (13/7/24) di Gedung Gambir / Pertanian Unand di Payakumbuh dan terbuka untuk umum.

“Dalam kegiatan pra-festival ini, juga ada beberapa diskusi mengenai peradaban kuno Maek,” tambah Robby.

Diskusi akan dipantik oleh para pakar di bidangnya masing-masing. Ada R Triwurjani, arkeolog dari BRIN yang telah berpengalaman meneliti Maek. Ada Prof. Gadha Gemaiey pakar simbolisme dan peradaban kuno dari Mesir, Dr Satoru Miwa ahli restorasi dan konservasi cagar budaya, serta Prof Nadra linguis FIB Unand yang punya kepakaran di bidang lingustik di daerah 50 Kota.

Diskusi-diskusi tersebut digelar di Lantai 3 Kantor Balaikota Payakumbuh selama 2 hari, dari 14 hingga 15 Juli 2024. Diskusi lainnya akan berlangsung di Agam Jua Cafe pada 16 Juli 2024.

“Setelah kegiatan pra-festival, kita akan segera menggelar puncak festival di Maek selama 4 hari, dari 17 - 20 Juli 2024,” tutup Robby.

Load More