Scroll untuk membaca artikel
Riki Chandra
Kamis, 30 Juni 2022 | 19:45 WIB
Ratusan bundo kanduang diberikan pencerahan tentang peran dan fungsinya di Minangkabau. [Dok.Istimewa]

SuaraSumbar.id - Dalam konsep tatanan adat Minangkabau, perempuan memiliki posisi strategis. Kaum ibu tidak sekadar sebagai penerus keturunan, namun juga berfungsi sebagai Limpapeh Rumah Gadang (tiang utama), serta kunci dari sako dan pusako keluarga kaumnya.

Menurut Dewan Pakar LKAAM Sumatera Barat (Sumbar), Zaitul Ikhlas Saad Rajo Intan, pada waktunya perempuan di Minang akan menjadi Bundo Kanduang. Sebutan itu merupakan posisi tertinggi dan mulia bagi perempuan Minang.

"Perempuan menjadi benteng terakhir dalam memelihara dan mengembangkan adat dan budaya Minang. Ini harus terus dijaga," kata Zaitul ketika menjadi pembicara dalam Bimtek Peningkatan Kapasitas Bundo Kanduang di Sumbar di Hotel ZHM Padang, Kamis (30/6/2022).

Di tengah era globalisasi dan kemajukan teknologi informasi, perempuan Minang harus tetap menjaga maruahnya agar tidak terkikis peradaban manusia yang terus bergerak maju. "Perempuan Minang harus tetap kokoh dengan jati dirinya di tengah perubahan sosial budaya era digital ini," katanya di hadapan ratusan bundo kanduang dari berbagai daerah.

Baca Juga: KPU Sumbar Usul Anggaran Pilkada 2024 Rp 154 Miliar, Naik dari Pilkada 2020

Dewan Pakar Bundo Kanduang Sumbar itu mengatakan, banyak hal yang bisa memudarkan peran perempuan Minang dalam berinteraksi karena semua serba digital. Kemudahan teknologi ini juga memungkinkan masuknya budaya luar dengan sangat cepat.

"Berkembangnya gaya hidup kebarat-baratan, pergaulan bebas dan tren model pakaian yang tidak sesuai dengan adat dan budaya. Ini adalah satu dampak dari perubahan sosial budaya yang disalurkan lewat berbagai media digital," katanya.

Sebetulnya, kata Zaitul, era digital juga baik untuk menguatkan eksistensi perempuan Minang. Dengan catatan, mengadopsi budaya yang baik dan tidak meninggalkan jati diri sebagai perempuan Minang. Selain itu, perempuan juga harus menambah wawasan dan pengetahuannya tentang budaya.

"Kuncilnya menyaring hal-hal yang tidak sesuai dengan agama, ideologi bangsa dan nilai-nilai adat Minangkabau," katanya.

Dia berharap, ke depan perempuan-perempuan Minang tumbuh cerdas dan bijak menyikapi perubahan sosial budaya yang akan terus bergerak maju. Intinya, semaju apa pun, tetap berpegang pada falsafah hidup di Minangkabau yakni Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah (ABS-SBK).

Baca Juga: Sumbar Salurkan Sapi Kurban Presiden Jokowi ke Daerah Terdampak Bencana

Sebelumnya, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar, Syaifullah mengatakan bahwa kegiatan tersebut diikuti sebanyak 120 orang bundo kanduang yang berasal dari berbagai daerah kabupaten dan kota di Sumbar. Selain itu, juga hadir dari bundo kanduang dari rantau; Jambi, Sumatera Utara, Bengkulu, Lampung dan Jakarta.

Menurut Syaifullah, kegiatan ini bertujuan agar bundo kanduang betul-betul memahami peran dan fungsinya sebagai penjaga budaya di Minangkabau. Tidak saja bundo kanduang yang berada di Sumbar, namun juga di daerah rantau harus saling bersinergi.

"Semoga semangat dan nilai-nilai tentang peran Bundo Kanduang ini terus diwariskan kepada perempuan generasi Minang di masa depan. Gubernur Sumbar sangat komitmen mendukung pelestarian budaya dan peran dari pelakunya sendiri," katanya.

Load More